Guru Bukan Lagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Guru Bukan Lagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, itulah gelar yang disandang sebagai guru atas jasa dan jerih payah mereka dalam mendidik anak bangsa menjadi insan yang cerdas dan bermoral. Guru telah mencurahkan segenap pikiran dan tenaga dengan penuh ketulusan, namun tidaklah setimpal imbalan yang mereka dapatkan atas semua usaha keras tersebut.

Gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang diberikan kepada guru, didasari atas betapa besar perjuangan, pengorbanan, pengabdian, dan ketulusan mereka dalam upaya mendidik generasi yang berkualitas, baik lahir maupun batin. Ya, perjuangan serta pengorbanan yang diiringi dengan keikhlasan serta pengabdian demi generasi, agama, bangsa, dan negara.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, keadaan dan tatanan dunia sudah jauh berbeda, sehingga tampak pula perubahan yang sangat signifikan dalam banyak hal di dunia ini. Begitu juga halnya, gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” pun mulai ikut hanyut termakan oleh waktu.

Semua guru pasti melakukan hal yang sama, berjuang dan berkorban dengan segenap pikiran dan tenaga sebagai bentuk kontribusi dalam memberikan pendidikan. Namun, perjuangan dan pengorbanan itu diiringi dengan kurangnya keikhasan mendalam dalam proses pendidikan.


Guru Bukan Lagi Abdi, Tetapi Profesi

Anda masih ingat dengan lantunan syair lagu Iwan Falls yang menceritakan sosok Umar Bakri sebagai guru negeri, di mana dia hanya bisa memiliki sepeda buntut karena gaji yang kekurangan ?. Ya, pastinya lantunan lagu tersebut mendeskripsikan kondisi guru pada zaman dulu, gaji yang sangat minim dengan perjuangan dan pengorbanan yang besar untuk murid-murid.

Pada zaman dulu, posisi sebagai guru sangatlah tidak diminati oleh masyarakat secara umum. Alasannya cukup sederhana, yaitu karena minimnya nilai finansial dari jerih payah mengajar, tak peduli apakah itu guru swasta ataupun guru negeri. Ya, ada perbedaan yang sangat jauh antara nominal gaji buruh dengan gaji guru.

Saat ini, rupanya pemerintah begitu perhatian dengan nasib guru saat itu, sehingga hal ini memberikan inisiatif untuk merevolusi nasib guru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan di bidang ekonomi. Tujuannya adalah untuk menyetarakan kehidupan antara ekonomi guru dan buruh.

Dalam UU Nomor 14 tahun 2005, pemeritah telah mengubah status guru yang sebelumnya sebagai pekerja menjadi profesi. Selain itu, pemerintah juga telah memberikan beberapa tunjangan khusus untuk guru setiap bulannya, misalnya tunjangan fungsional, sertifikasi, dan lain-lain.

Nah, dengan begitu, tampak pula perbedaan jauh antara guru zaman dahulu dengan zaman sekarang, khususnya dalam bidang ekonomi. Anda pastinya sudah mengerti bahwa guru saat ini sudah mendapatkan cukup kesejahteraan di bidang eknomi, tidak ada guru yang tidak memiliki sepeda motor, bahkan sebagian di antaranya bahwa guru juga memiliki mobil pribadi.

Kini, kebanyakan guru berjuang bukan untuk mengabdi kepada negara dalam rangka mencerdaskan bangsa, tetapi untuk mencari sebungkus nasi setiap hari. Apalagi dengan adanya peningkatan kualitas dalam bidang ekonomi guru, yaitu "sertifikasi", banyak guru yang berlomba-lomba untuk mendapatkannya.

Ironisnya, banyak juga upaya manipulasi demi mendapatkan sertifikasi tanpa mempedulikan kualitas dan profesionalisme guru. Keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan itu kini menghanyutkan keikhlasan mengajar secara perlahan dan pasti.

Dengan demikian, gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sudah dicopot bagi siapa saja yang berprofesi sebagai guru. Guru bukan lagi menjadi pahlawan pendidikan, tetapi lebih tepatnya guru adalah sebuah prfesi dalam suatu bidang pekerjaan.


Lalu, Masih Adakah Gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” Bagi Guru ?

Perlu Anda ketahui bahwa tunjangan yang diberikan pemerintah kepada guru untuk memenuhi kesejahteraan ekonomi hanya dikhususkan bagi mereka yang memenuhi beberapa prosedur formal yang telah ditentukan, sedangkan banyak sekali guru yang tidak terlibat sama sekali dalam prosedur pemerintah tersebut.

Nah, jawabannya adalah “masih ada”. Anda akan bisa menemukan banyak sekali guru-guru seperti ini di tanah air, mereka mengajar dengan gaji yang sangat minim dan bahkan di antaranya tanpa mendapatkan gaji sepeser pun, misalnya guru mengaji dan guru-guru di daerah terpencil. Nah, untuk menjelaskan masalah satu ini, mungkin akan disambung pada posting yang akan datang.