Pembagian Hadits Dari Segi Samarnya Rawi

Pembagian hadits jika dilihat dari segi samarnya rawi ada empat macam, di antaranya adalah :

1. Hadits Muttafiq dan Muftariq

2. Hadits Mu'talif dan Mukhtalif

3. Hadits Mutasyabih

4. Hadits Mubham

Perlu diketahui juga bahwa pembagian hadits sebagaimana pada artikel ini didasarkan karena pada masa Rasulullah SAW, sahabat, dan tabi'in sampai munculnya ilmu tajwid, penulisan Bahasa Arab masih sangat klasik yaitu dengan tanpa titik dan tanpa harakat.


Hadits Muttafiq dan Muftariq (الْحدِيْثُ الْمُتَّفِقُ وَالْمُفْتَرِقُ)

Hadits Muttafiq dan Muftariq adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat kesamaan nama, nasab, atau julukan para rawinya, baik secara lafadznya atau khat-nya (bentuk tulisannya), tetapi berlainan orang yang dimaksud dengan nama itu.

Hadits yang diriwayatkan dari Hammad bisa berarti 2 orang :

  • Jika disandarkan dengan Sulaiman bin Harb maka yang dimaksud adalah Hammad bin Zaid
  • Jika disandarkan dengan Musa bin Ismail maka yang dimaksud adalah Hammad bin Salamah.

Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bisa berarti 5 orang :

  • Abdullah bin Zubair adalah seorang ahli hadits di Kota mekkah
  • Abdullah bin Umar adalah seorang ahli hadits di Kota Madinah, atau biasa dikenal Ibnu Umar yang merupakan putra dari Umar bin Khattab
  • Abdullah bin Mas'ud adalah seorang ahli hadits di Kota Basrah
  • Abdullah bin Mubarak adalah seorang ahli hadits di Kota Khurasan
  • Abdullah bin Amr bin Ash adalah seorang ahli hadits di Kota Syam

Hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bisa berarti 5 orang :

  • Anas bin Malik bin An-Nadhr bin Dhamdham bin Zaid bin Haram, yaitu pelayan sekaligus sahabat Nabi SAW
  • Anas bin Malik bin Ka'ab bin Amir bin Sha'sha'ah Abu Umayah Al-Qusyairi Al-Ka'bi, seorang dari golongan sahabat Nabi SAW 
  • Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Al-Harits bin Ghaiman, yaitu seorang tabi'in yang merupakan ayahnya Imam Maliki (karena nama Imam Maliki adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir, dan seterusnya)
  • Anas bin Malik Al-Himshi (انس ابن مَالك الحمصي)
  • Anas bin Malik Al-Kufi (انس ابن مَالك الكوفى)

Jadi, salah satu hikmah mempelajari Ilmu Hadits, agar mengetahui berbagai hal-hal mengenai rawi hadits. Adapun faedah Hadits Muttafiq dan Muftariq adalah untuk menghindari prasangka bahwa nama-nama itu hanya ditujukan pada satu orang saja.


Hadits Mu'talif dan Mukhtalif (الْحدِيْثُ الْمُؤْتَلِفُ وَالْمُخْتَلِفُ)

Hadits Mu'talif dan Mukhtalif adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat kesamaan nama, nasab, atau julukan para rawinya, namun hanya secara khatnya saja (bentuk tulisan), tidak secara lafadznya. Demikian itu dikarenakan penulisan nama rawi dalam kategori riwayat ini lebih umum menggunakan tasydid, jarang sekali dengan tanpa tasydid, seperti contoh riwayat dari Sallam, Salam, 'Atsam bin Ali Al-Kufi dan Ghanam bin Aus As-Shahabi.

Seperti yang kita ketahui bahwa penulisan Al-Qur'an dan hadits pada masa Rasulullah SAW adalah huruf-hurufnya tanpa disertai titik dan harakat, sehingga tentu saja hal itu akan membuat orang yang membaca menjadi bingung. Jadi, fungsi dari riwayat ini adalah untuk mengetahui dan mempermudah mengenali rawi.

Contoh penulisan nama orang masa dulu "سلام" (tanpa harakat) bisa berarti 2 orang :

  • Sallam "سَلَّامٌ" 
  • Salam "سَلَامٌ".

Contoh penulisan nama orang masa dulu "عىام" (tanpa harakat dan titik) bisa berarti 2 orang :

  • A'tsam "عَثَامٌ" ('Atsam bin Ali Al-Kufi) 
  • Ghanam "غَنَامٌ" (Ghanam bin Aus As-Shahabi).

Contoh penulisan nama orang masa dulu "ىرك" (tanpa harakat dan titik), bisa berarti 3 orang, yaitu :

  • bar'kun "بَرْكٌ"
  • burakun "بُرَكٌ", 
  • turkun "تُرْكٌ".


Hadits Mutasyabih (الْحدِيْثُ الْمُتَشَابِهُ)

Hadits Mutasyabih hadits yang di dalam sanadnya terdapat kesamaan nama rawi saja atau nama nasab rawinya saja. Bedanya dengan 2 hadits di atas, hadits mutasyabih memiliki ciri khas yaitu jika nama rawi dan nama nasabnya ditulis dengan tanpa harakat dan titik, maka penulisannya sama.

Contoh nama rawinya sama, namun berbeda nama nasab (ayah). Jika kedua rawi di bawah ditulis tanpa menggunakan harakat dan titik, maka penulisannya akan sama :

  • Muhammad bin Aqil "مُحَمَّدٌ ابْنُ عَقِيْلٍ", yaitu seorang tabi'in yang meriwayatkan hadits dari Sahabat Ali bin Abi Thalib.
  • Muhammad bin Uqail "مُحَمَّدٌ ابْنُ عُقَيْلٍ", yaitu salah seorang guru Imam Bukhari.

Contoh nama nasab (nama ayah) sama, namun berbeda nama rawi. Jika kedua rawi di bawah ditulis tanpa menggunakan harakat dan titik, maka penulisannya akan sama :

  • Syuraih bin An-Nu'man "شُرَيْحٌ ابْنُ النُّعْمَانِ", seorang berkebangsaan Naisabur 
  • Suraij bin An-Nu'man "سُرَيْجٌ ابْنُ النُّعْمَانِ", seorang berkebangsaan Firyab, Turki.


Hadits Mubham (الْحدِيْثُ الْمُبْهَمُ)

Hadits Mubham adalah hadits yang di dalam matan atau sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya, baik orang itu laki-laki maupun wanita.

Contoh Hadits Mubham seperti hadits yang diriwayatkan dari Siti Aisyah ra di bawah :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : سَأَلَتْ امْرَأَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْحَيْضِ، قَالَ : خُذِيْ مَاءَكِ وَسِدْرَكِ ثُمَّ اغْتَسِلِيْ وَأَنْقِيْ ثُمَّ صُبِّيْ عَلَى رَأْسِكِ حَتَّى تَبْلُغِيَ شُؤُوْنَ الرَّأْسِ ثُمَّ خُذِيْ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً، قَالَتْ : كَيْفَ أَصْنَعُ بِهَا يَا رَسُولَ اللّٰهِ ؟ فَسَكَتَ، قَالَتْ : فَكَيْفَ أَصْنَعُ بِهَا يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ ؟ فَسَكَتَ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ : خُذِيْ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَتَبَّعِيْ بِهَا آثَارَ الدَّمِ، وَرَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْمَعُ فَمَا أَنْكَرَ عَلَيْهَا

"Dari Siti Aisyah ra berkata: "Seorang wanita dari Anshar bertanya kepada Rasulullah SAW tentang haidh, beliau menjawab : "Ambilah air dan dan daun bidara kemudian mandi dan bersihkanlah, kemudian guyurkan ke atas kepalamu hingga sampai ke pangkal kepala, lalu ambilah kain (yang bisa meresap)", ia bertanya : "Bagaimana aku melakukan dengan kain tersebut, wahai Rasulullah SAW ?", Beliau diam saja, ia bertanya : "Bagaimana aku melakukan dengan kain tersebut, wahai Rasulullah SAW ?" Beliau diam saja, Lalu Siti Aisyah ra berkata : "Ambilah kain tersebut dan bersihkanlah dengannya bekas-bekas darahmu", sedangkan Rasulullah SAW mendengar (hal itu) tetapi tidak mengingkarinya". (HR. Ad-Darimi No.766).