Pengertian, Macam-Macam, dan Contoh Hadits Musalsal

Dalam memperlajari ilmu hadits, ada beberapa istilah hadits yang mungkin cukup asing bagi kita. Salah satu istilah hadits itu adalah Musalsal. Nah, berikut ini adalah penjelasan tentang pengertian dan pembagian Hadits Musalsal dalam beberapa sudut pandang.


Pengertian Hadits Musalsal

Hadits Musalsal (الْحَدِيْثُ الْمُسَلْسَلُ) adalah hadits yang rawi-rawi atau riwayat-riwayatnya mengikuti satu sifat. Maksudnya adalah hadits ini memiliki sifat yang menjadi ciri khas, yang mana sifat itu diikuti oleh setiap rawi yang meriwayatkan hadits tersebut. Sifat yang menjadi ciri khas itu bisa berkaitan dengan rawi-rawinya atau berkaitan dengan riwayatnya.


Hadits Musalsal Yang Berkaitan Dengan Rawi-Rawinya

Hadits Musalsal yang berkaitan dengan rawi-rawinya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Hadits Musalsal Qouli

Yaitu hadits musalsal yang berupa perkatan, sebagaimana sabda Nabi SAW kepada Sahabat Muadz bin Jabal :

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ : لَقِيَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا مُعَاذُ إِنِّيْ لَأُحِبُّكَ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَأَنَا وَاللهِ أُحِبُّكَ، قَالَ: فَإِنِّيْ أُوصِيْكَ بِكَلِمَاتٍ تَقُوْلُهُنَّ فِيْ كُلِّ صَلَاةٍ اللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

"Dari Sahabat Muadz bin Jabal berkata, aku bertemu dengan Rasulullah, lalu Beliau berkata, "Wahai Muadz, sesungguhnya aku mencintaimu". Lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, dan aku, demi Allah aku juga mencintaimu". Rasulullah pun berkata, "Sesungguhnya aku berwasiat kepadamu dengan kalimat-kalimat yang mana kamu berdoa dengan kalimat-kalimat itu di setiap sholat, "Ya Allah, tolonglah aku, agar aku dapat mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu""".

Hadits tersebut digolongkan Hadits Musalsal Qouli karena setiap rawi-rawi yang memberikan riwayat hadits ini kepada rawi lainnya selalu berkata "اَنَا اُحِبُّكَ" atau "aku mencintaimu".

2. Hadits Musalsal Fi'li

Yaitu Hadits Musalsal yang berupa perbuatan. Contohya adalah ketika Nabi SAW menjalinkan tangannya kepada Sahabat Abu Hurairah ra :

شَبَّكَ بِيَدِيْ اَبُوْ الْقَاسِمِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ : خَلَقَ اللّٰهُ الْاَرْضَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَالْجِبَالَ يَوْمَ الْاَحَدِ وَالشَّجَرَ يَوْمَ الْاِثْنَيْنِ وَالْمَكْرُوْهَ يَوْمَ الثُّلاَثَاءِ وَالنُّوْرَ يَوْمَ الْاَرْبِعَاءِ وَالْبِحَارَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ

"Abul Qasim (Rasulullah) SAW menjalinkan tangannya dengan tanganku dan bersabda, "Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, gunung-gunung pada hari Ahad, pohon-pohon pada hari Senin, perkara yang dibenci pada hari Selasa, cahaya pada hari Rabu, dan lautan pada hari Kamis"".

Hadits tersebut digolongkan Hadits Musalsal Fi'li karena setiap rawi yang meriwayatkan hadits tersebut kepada rawi lainnya, selalu melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Nabi SAW pada Sahabat Abu Hurairah ra, yaitu menjalinkan tangannya.

3. Hadits Musalsal Qouli Wa Fi'li Ma'an

Yaitu Hadits Musalsal yang yang berupa perkataan dan perbuatan secara bersamaan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Sahabat Anas bin Malik ra :

لَايَجِدُ الْعَبْدُ حَلَاوَةَ الْاِيْمَانِ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ وَحُلْوِهِ وَمُرِّهِ

"Seorang hamba tidak akan menemukan manisnya iman sehingga ia beriman kepada qadar, baik dan buruknya, manis dan pahitnya".

Pada saat Rasulullah SAW menyabdakan hadits tersebut, Beliau menggenggam jenggotnya dan berkata, "اٰمَنْتُ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ وَحُلْوِهِ وَمُرِّهِ" atau "aku beriman kepada qadar, baik dan buruknya, manis dan pahitnya".

Meskipun hadits tersebut adalah hadits dhaif, namun masih digolongkan Hadits Musalsal Qouli wa Fi'li Ma'an, karena ketika Sahabat Anas bin Malik ra meriwayatkan hadits tersebut, beliau juga menggenggam jenggot dan mengatakan sebagaimana yang dikatan Nabi SAW.


Hadits Musalsal Yang Berkaitan Dengan Riwayatnya

Terkadang, kemusalsalan hadits terjadi karena sebagian besar sanadnya seperti hadits awaliyyah (dimulai dengan kalimat permulaan) karena hal itu berakhir pada sanad Sufyan Ats-Tsauri.

Adapun riwayat hadits yang mengikuti satu sifat, maka hal itu bisa jadi berupa sighat (bentuk) penyampaian riwayat atau bisa jadi berupa perkara yang berkaitan dengan waktu riwayat, tempat riwayat, atau tarikh (sejarah) riwayatnya.

1. Hadits Musalsal Yang Berupa Sighat Riwayat

Yaitu ketika setiap rawi meriwayatkan hadits dengan menggunakan kalimat "اَنْبَأَنِيْ", "حَدَّثَنِيْ", (keduanya memiliki arti sama, "telah menceritakan kepadaku"), atau lainnya. Artinya, satu rawi meriwayatkan hadits dengan menggunakan kalimat tersebut dan rawi selanjutnya juga mengikuti dengan menggunakan kalimat yang sama, dan seterusnya.

2. Hadits Musalsal Yang Berupa Perkara Yang Berkaitan

Adapun Hadits Musalsal yang berupa perkara yang berkaitan, maka di sini bisa dilihat pada keadaan perkara itu sendiri.

Pertama, Berkaitan Dengan Waktu

شَهدْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ يَوْمِ عِيْدِ الْفِطْرِ اَوْ أَضْحٰى, فَلَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ اَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ, فَقَالَ : اَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَصْبَحْتُمْ خَيْرًا

"Aku menyaksikan Rasulullah SAW di dalam sholat Idul Fitri dan Idul Adha, ketika Beliau telah selesai dari sholat (id) maka Beliau menghadapkan wajahnya kepada kami, lalu berkata "Wahai manusia, kalian telah mendapatkan kebaikan"".

Hadits tersebut tergolong musalsal yang dikaitkan dengan waktunya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Demikian pula, para rawi pun mengatakan hal yang sama seperti Rasulullah SAW saat meriwayatkan hadits tersebut.

Kedua, Berkaitan Dengan Tempat

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : الْمُلْتَزَمُ مَوْضِعٌ يُسْتَجَابُ فِيْهِ الدُّعَاءُ وَمَا دَعَا اللّٰهَ فِيْهِ عَبْدٌ دَعَوَةً اِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ

"Sahabat Ibnu Abbas ra berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Multazam adalah tempat yang dikabulkan ketika berdoa di dalamnya, dan tidaklah seorang hamba berdoa kepada Allah di dalamnya kecuali dikabulkan doa baginya".

Ketika Sahabat Ibnu Abbas ra selesai meriwayatkan hadits tersebut, beliau berkata :

فَوَ اللّٰهِ مَا دَعَوْتُ اللّٰهَ فِيْهِ قَطُّ مُنْذُ سَمِعْتُ هٰذَا الْحَدِيْثِ اَلَّا اسْتَجَابَ لِيْ

"Maka demi Allah, aku tidak pernah sekalipun berdoa kepada Allah di dalamnya (Multazam) sejak aku mendengar hadits ini, kecuali Allah mengabulkan doaku".

Ketiga, Berkaitan Dengan Tarikh atau Sejarah

Biasanya kemusalsalan hadits diketahui dengan kalimat "اٰخِرُ" artinya "orang/rawi yang terakhir". Artinya, rawi yang meriwayatkan hadits dari gurunya menggunakan kalimat tersebut yang menunjukkan dia adalah rawi terakhir dari gurunya, misalnya :

اَخْبَرَنَا فُلَانٌ وَاَنَا اٰخْرُ مَنْ رَوَى عَنْهُ

"Fulan telah menceritakan kepada kami, dan aku adalah orang terakhir yang meriwayatkan darinya".


Kedudukan Hukum Hadits Musalsal

Meskipun hadits musalsal memiliki sifat yang menjadi ciri khas yang diikuti dari rawi pertama sampai rawi terakhir, namun dalam masalah kedudukan hukum dan sumber pedoman, hadits musalsal belum tentu dikatakan hadits yang shahih. Artinya, shahih, hasan, atau dhaifnya tergantung pada kriteria yang sebelumnya sudah dijelaskan.

Baca lebih lengkap : Pengertian Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dhaif.

Sedangkan kita mengetahui bahwa hadits yang paling utama untuk dijadikan dasar, pedoman, dan sumber hukum adalah hadits shahih. Sedangkan hadits musalsal sendiri digolongkan berdasarkan bagaimana rawi-rawi dan riwayatnya mengikuti satu sifat yang menjadi ciri khas hadits ini, bukan digolongkan berdasarkan kuat atau lemahnya, serta diterima atu ditolaknya sebagai sumber hukum.