Pengertian dan Contoh Hadits Muharraf

Salah satu jenis hadits yang bisa digolongkan ke dalam salah satu bagian hadits dhaif adalah hadits muharraf, untuk itulah di bawah ini ada sedikit penjelasan mengenainya.


Pengertian Hadits Muharraf (الْحَدِيْثُ الْمُحَرَّفُ)

Menurut bahasa, muharraf merupakan isim maf'ul dari lafadz "harrafa" (حَرَّفَ) yang berarti memutar-balikkan, sedangkan muharraf sendiri berarti sesuatu yang diputar-balikkan.

Adapun menurut istilah, maka dalam Kitab Minhatul Mughits pada bab yang sama, dijelaskan sebagai berikut ini :

هُوَ مَا تَغَيَّرَ فِيْهِ اَوْ فِيْ سَنَدِهِ شَكْلُ الْحُرُوْفِ

"Yaitu hadits yang terjadi perubahan syakal hurufnya di dalam matan atau di dalam sanadnya".

Sedangkan yang dimaksud dengan syakal huruf adalah harakat hurufnya, yaitu fathah, fathatain, dhammah, dhammatain, kasrah, kasratain, sukun, dan tasydid.

Kita sendiri tahu bahwa perubahan harakat dalam sebuah lafadz bisa memperngaruhi makna lafadz itu sendiri, itulah sebabnya sangat penting juga menguasai ilmu alat bahasa arab yaitu nahwu dan sharaf. Namun dalam mempelajari hadits, nahwu sharaf saja belum cukup, tentu harus diselingi dengan mempelajari ilmu hadits dan berbagai macam riwayat dan penjelasan mengenai hadits-hadits dari para ulama' ahli hadits, baik secara langsung maupun dari kitab-kitab.


Contoh Hadits Muharraf

Nah, bisa dibayangkan sendiri bagaimana jika di dalam sebuah hadits terdapat perubahan harakat di dalam hurufnya, tentu saja maknanya pun bisa berubah, adakalanya perubahan makna yang tidak jauh menyimpang, bahkan sampai perubahan makna yang sangat parah. Kita pun tahu bahwa penulisan hadits pada masa Rasulullah SAW dan sahabat tidak menggunakan titik dan harakat.

Namun, yang dimaksud hadits muharraf di sini adalah perubahan harakat yang menjadikan makna huruf 180 derajat berubah dari makna aslinya, sehingga hal ini pun akan kegagalan faham dalam memaknai hadits itu sendiri, contohnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Jabir ra :

رُمِيَ اُبَيُّ يَوْمَ الْاَحْزَابِ عَلَى اَكْحَلِهِ فَكَوَاهُ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat nadinya, lalu Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas" (HR. Muslim No. 4089).

Ghandar pernah meriwayatkan hadits tersebut dan mengubah lafadz "اُبَيُّ" (Ubay bin Ka'ab) menjadi "اَبِيْ" (ayahku). Jadi, di sini seolah yang terkena panah bukanlah Sahabat Ubay bin Ka'ab ra, tetapi ayah Sahabat Jabir ra, padahal ayah Sahabat Jabir ra sudah meninggal dunia sebelum Perang Ahzab (Perang Khandaq).