Hukum Menjual Daging dan Kulit Kurban

Hukum Menjual Daging dan Kulit Kurban

Hukum Menjual Daging dan Kulit Kurban - Hari Raya Kurban atau Hari Raya Idul Adha merupakan hari kemenangan bagi umat muslim di seluruh dunia, di mana seluruh umat muslim sedunia merayakannya dengan melantunkan takbir dan menyembelih hewan-hewan kurban seperti unta, sapi, dan kambing.


Hukum Menjual Daging dan Kulit Hewan Kurban

Langsung merujuk pada topik permasalahan, di Indonesia sendiri sudah membudaya bahwa para panitia kurban menjual bagian dari bagian hewan kurban, baik berupa daging, kepala, kulit, dan sebagainya. Demikian ini merupakan masalah yang memang penting untuk dipahami dengan meninjau dari segi hukum menurut para ulama fiqih.

Terkait dengan permasalahan ini, para ulama' berselisih pendapat tentang boleh tidaknya menjual bagian dari tubuh hewan kurban, seperti daging, kepala, kulit, dan sebagainya :

1. Haram Menjual Daging dan Kulit Hewan Kurban

Beberapa ulama' seperti Imam Maliki dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa hukum menjual bagian tubuh hewan kurban (seperti daging, kepala, kulit, dan sebagainya) adalah haram dan dilarang. Hal ini didasarkan pada hadits shahih dari Rasulullah SAW :

مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ

"Barang siapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya".

Dalam hadits lain dari Sahabat Ali bin Abi Thalib ra :

أَمَرَنِيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلٰى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُوْدِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta kurban Beliau, menyedekahkan (membagi-bagi pada fakir miskin) daging, kulit, dan jilalnya (kulit di bagian punggung unta untuk melindungi dari kedinginan), dan tidak memberikannya pada tukang jagal (sebagai upah)".

Kedua hadits tersebut menyatakan bahwa menjual kulit hewan kurban maka kurbannya tidaklah sah. Demikian ini juga diperkuat oleh pendapat-pendapat ulama' ahli fiqih, sebagaimana berikut ini :

Menanggapi hadits kedua di atas, ada penjelasan dalam Kitab Zadul Mustaqni' :

ولا يبيع جلدها ولا شيئا منها بل ينتفع به

"Tidak boleh dijual kulit dan bagian dari hewan kurban itu, tetapi diambil kemanfaatannya (dengan membaginya secara langsung)".

Imam An-Nawawi di dalam Kitab Al-Majmuk Syarah Al-Muhaddzab menegaskan :

واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على أنه لا يجوز بيع شيء من الهدي والأضحية نذراً كان أو تطوعاً، سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره، ولا يجوز جعل الجلد وغيره أجرة للجزار، بل يتصدّق به المضحّي والمُهدي، أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه، كسقاءٍ أو دلو أو خفّ وغير ذلك

"Nash-nash (redaksi) dari Imam Syafi'i dan pengikutnya menyepakati bahwa tidak diperbolehkan menjual sesuatu dari al-hadyu (hewan sembelihan saat haji) dan hewan kurban karena nazar maupun kesunnahan, baik berupa daging, lemak, kulit, tanduk, bulu, dan sebagainya. Dan tidak diperbolehkan juga menjadikan kulit dan semacamnya sebagai upah bagi tukang jagal. Tetapi, orang yang berkurban dan orang yang menyembelih hadyu boleh menyedekahkannya (dibagikan kepada fakir miskin) atau mengambil sesuatu yang bermanfaat dengan barangnya itu, seperti wadah air, timba, muzah (sepatu), dan lain-lainnya".

Dari penjelasan dalam poin pertama ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa beberapa ulama' berpendapat :

  1. Bagian tubuh hewan kurban (seperti daging, kepala, kulit, dan sebagianya) tidak boleh dijual karena akan menjadikan kurban tersebut tidak sah dan dihukumi hanya sebatas hewan sembelihan biasa, sehingga pemilik kurban tidak memperoleh fadhilah dan pahala berkurban.
  2. Bagian tubuh hewan kurban (seperti daging, kepala, kulit, dan sebagianya) tidak boleh dijadikan sebagai upah tukang jagal. Panitia kurban harus menyediakan upah tersendiri pada tukang jagal sebagai jasa, misalnya uang. Tukang jagal boleh menerima daging kurban atau semacamnya dalam batasan sebagaimana jatah daging yang akan dibagikan pada masyarakat, tidak boleh lebih karena sudah menyembelihnya.

2. Boleh Menjual Daging dan Kulit Hewan Kurban

Beberapa ulama' fiqih lainnya seperti Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambali membolehkan menjual bagian tubuh hewan kurban (seperti daging, kepala, kulit, dan sebagainya) dengan syarat harus hasil penjualan tersebut untuk disedekahkan kembali, bukan untuk kepentingan pribadi perorangan.

Dalam Kitab Tabyinul Haqaiq dijelaskan :

ولو باعهما بالدراهم ليتصدق بها جاز لأنه قربة كالتصدق بالجلد واللحم

"Dan jika menjual keduanya (daging dan kulit hewan kurban) dengan dirham (uang) untuk disedekahkan maka diperbolehkan karena itu adalah ibadah pendekatan diri kepada Allah SWT seperti sedekah dengan kulit dan dagingnya".

Imam Ibnul Qayyim di dalam Kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud pada fasal ke-10 tentang hukum menjual kulit dan kaki hewan kurban, menjelaskan :

وقال أبو عبد الله بن حمدان في رعايته ويجوز بيع جلودها وسواقطها ورأسها والصدقة بثمن ذلك نص عليه

"Abu Abdillah bin Hamdan mengatakan di dalam Kitab Ri'ayahnya, "Boleh menjual kulit, kaki, dan kepala hewan kurban dan bersedekah dengan harga hasil penjulan itu. Nash ini ditetapkan oleh Imam Ahmad bin Hambal".

Dalam kitabnya tersebut, Imam Ibnul Qayyim juga menuturkan :

قال الخلال وأخبرني عبد الملك بن عبد الحميد أن أبا عبد الله قال إن ابن عمر باع جلد بقرة وتصدق بثمنه

"Al-Khalal mengatakan : Abdul Malik bin Abdul Hamid memberitahuku bahwa Abu Abdillah mengatakan : Sesungguhnya Sahabat Ibnu Umar ra menjual kulit sapi dan bersedekah dengan harga hasil penjualan itu"".

Imam Ibnul Qayyim juga menuturkan :

وقال إسحاق بن منصور : قلت لأبي عبد الله : جلود الأضاحي ما يصنع بها ؟ قال : ينتفع بها ويتصدق بثمنها، قلت : تباع ويتصدق بثمنها ؟ قال : نعم، حديث ابن عمر 

"Ishak bin Manshur berkata : Aku bertanya kepada Abu Abdillah, "Kulit hewan kurban, apa yang kamu harus diperbuat dengannya ?". Ia menjawab, "Diambil manfaatnya dan disedekahnya harga hasil penjualannya". Aku bertanya, "Dijual dan disedekahnya harga hasil penjualannya ?". Ia menjawab, "Iya, sesuai hadits Ibnu Umar"".

Masih dalam kitab dan bab yang sama :

وقال أحمد بن القاسم إن أبا عبد الله قال في جلد الأضحية يستحب أن يكون ثمنها في المنخل أو الشيء مما يستعمل في البيت ولا يعطى الجزار

"Ahmad bin Al-Qasim berkata bahwa Abu Abdillah mengatakan dalam masalah kulit hewan kurban, "Disunnahkan apabila harga hasil penjualannya dijadikan ayakan atau sesuatu yang dapat digunakan di dalam rumah, dan tidak boleh diberikan kepada tukang jagal (sebagai upah)"".

Dalam Kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud pada fasal ke-10 tentang hukum menjual kulit dan kaki hewan kurban, Imam Ibnu Qayyim cukup banyak menjelaskan pendapat yang membolehkan untuk menjual daging, kulit, atau bagian tubuh lain hewan kurban, kemudian disedekahkan. Namun, empat tabir di atas kira sudah mencukupi dalam hal ini.

Imam As-Syaukani mengatakan dalam Kitab Nailul Authar :

اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا : ويصرف ثمنه مصرف الأضحية

"Para ulama' sepakat bahwa daging hewan kurban tidak boleh dijual, demikian pula kulitnya. Sedangkan Imam Auza'i, Imam Ahmad bin Hambal, Ishak, dan Abu Tsaur membolehkannya. Dan pendapat yang membolehkan itu adalah satu versi dalam pendapat Syafi'iyyah. Mereka mengatakan, "Boleh menasarufkan (menggunakan) harga hasil penjualan untuk keperluan kurban"".


Kesimpulan Hukum Menjual Daging dan Kulit Hewan Kurban

Sebagaimana sekilas penjelasan mengenai perbedaan hukum menjual bagian tubuh hewan kurban di atas, maka pendapat mayoritas ulama' memang tidak membolehkan. Namun, ada sebagian pendapat lagi yang membolehkan untuk menjual dan menyedekahkan hasil penjualannya.

Dengan melihat realita dan kondisi masyarakat saat ini, tentunya ada beberapa bagian tubuh hewan kurban yang dirasa tidak cukup memberi manfaat atau bahkan tidak diminati, misalnya kulit. Dengan demikian, panitia kurban boleh saja mengikuti pendapat yang membolehkan untuk menjual bagian tubuh hewan kurban seperti kulit. Hal ini boleh dilakukan tujuan agar kulit tersebut (atau semacamnya) tetap bermanfaat dan menghindari kesia-siaan, bukan bertujuan semata-mata untuk meraup keuntungan indiviual.

Wallahu a'lam bis showab.