Kisah Kekasih Allah Yang Diusir Nabi Musa

Kisah Kekasih Allah Yang Diusir Oleh Nabi Musa

PelangiBlog.Com – Rohmat Allah SWT begitu besar kepada hamba-Nya melebihi segala sesuatu. Tak peduli seberapa besar dosa dan kesalahan seorang hamba, jika dia mau mengakui dosa kepada-Nya, jika masih ada secercah harapan di hati untuk mendapatkan rohmat serta ampunan-Nya, maka harapan itulah yang akan menjadi benih untuk menumbuhkan ampunan dan ridlo Allah SWT. Sebgaimana yang sudah tersabda dalam hadist Nabi Muhammad SAW :

الفَاجِرُ الرَّاجِى رَحْمَةَ اللّٰهِ تَعَالٰى اَقْرَبُ اِلَى اللّٰهِ تَعَالٰ مِنَ الْعَابِدِ الْمُقْنِطِ
Artinya :
Seorang pendosa yang berharap rohmat Allah lebih dekat (lebih dicintai) Allah daripada seorang ahli ibadah yang putus asa (atas rohmat Allah).

Bertolak dari sinilah ada sebuah kisah menarik pada era Nabi Musa as, yang semoga bisa menjadi pembuka hati kita bahwa Allah SWT Maha Pengampun serta Maha yang luas kasih sayang-Nya kepada hamba.

Dikisahkan pada era Nabi Musa as, di sebuah kota hiduplah seorang yang benar-benar fasiq dan suka melakukan berbagai macam maksiat, tak henti-hentinya orang itu melakukan kefasikan dan kemaksiatan secara terang-terangan.

Penduduk kota sudah merasa sangat resah atas tindakannya, sedangkan mereka tak mampu berbuat banyak untuk mencegahnya. Hingga banyak dari penduduk kota yang berdoa dan memohon kepada pertolongan Allah SWT dalam menyikapi masalah itu.

Kemudian, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa as. dan memerintahkan Beliau untuk mengatasi masalah orang fasiq tersebut. Nabi Musa as pun pergi ke kota di mana orang fasiq tersebut tinggal dan berhasil mengusirnya ke luar dari kota.

Namun, kefasikan orang itu tak kunjung surut setelah upaya pengusiran Nabi Musa as. Orang fasiq tersebut pindah ke sebuah desa di kota itu, dan lagi-lagi dia berulah dengan kefasikannya di desa yang baru dia singgahi.

Ulah fasiq orang itu terdengar lagi oleh Nabi Musa as, dan untuk kedua kalinya Nabi Musa mengusir orang fasiq tersebut dan mengeluarkan dari kota dan desa itu menuju padang sahara nan tandus.

Setelah berhari-hari orang fasiq tersebut tinggal di tengah padang sahara nan tandus, dia kelaparan serta kehausan, sehingga dia jatuh sakit dan tergeletak di atas pasir, tak ada seorang pun yang menolongnya.

Dalam sakit menjelang kematiannya, orang fasiq tersebut bermunajah kepada Allah SWT, “Wahai Tuhanku, jika saja ada ibu yang memangku kepalaku, maka dia akan merasa kasihan dan menangis karena tempat kematianku yang hina ini. Jika saja ayahku datang kepadaku, maka dia akan menolong, memandikan, dan mengkafani diriku. Jika saja istriku ada di sampingku, maka dia akan menangis karena telah berpisah denganku. Jika saja ada anak-anakku di sini, maka mereka akan menangis di belakang jenazahku, kemudian mereka akan berdoa untukku “Ya Allah, ampunilah ayahku yang suka maksiat dan fasiq, yang diusir dari kota ke desa, dan dari desa ke padang sahara nan tandus. Dia meninggalkan dunia menuju akhirat dalam keadaan putus asa atas segala sesuatu dalam kehidupannya, kecuali atas rohmat-Mu !!!””.

Kemudian, orang fasiq tersebut melanjutkan munajah dan doanya, “Ya Allah, jika Engkau memutuskanku (memisahkanku) dari ibu, ayah, istri, dan anak-anakku, maka janganlah Engkau memutuskan rohmat-Mu dariku. Jika Engkau membakar hatiku dengan perpisahan dari mereka, maka janganlah Engkau membakarku dengan api neraka-Mu hanya karena kemaksiatanku”.

Mendengar munajah indah dari orang fasiq tersebut, seketika itu pula Allah SWT menurunkan bidadari yang diserupakan seperti ibu dan istrinya, malaikat yang diserupakan seperti ayahnya, dan ghilman (pelayan-pelayan kecil surga) yang diserupakan anak-anaknya. Semuanya duduk di sampingnya sehingga orang fasiq tersebut mengira bahwa ibu, ayah, istri, dan anak-anaknya datang kepadanya, hatinya pun menjadi sedikit lega dan bahagia.

Orang fasiq tersebut menyambung kata dan doa terakhirnya kepada Allah SWT, “Ya Allah, jangan Engkau memutuskaku dari rohmat-Mu, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu”.

Setelah doa terakhir itulah, orang fasiq tersebut meninggal dunia dalam keadaan terampuni dosa-dosanya dan dirohmati oleh Allh SWT.

Kemudian Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Musa as untuk pergi ke padang sahara tersebut, “Wahai Musa, pergilah ke padang sahara ini, telah meninggal dunia salah satu kekasihku di tempat itu, kemudian mandikan, kafani, dan sholatilah dia !!!”.

Nabi Musa as pun segera pergi menuju tempat yang diperintahkan oleh Allah ntuk mencari mayat kekasih Allah SWT. Sesampainya di sana, Beliau sungguh terkejut bahwa kekasih Allah adalah orang fasiq yang pernah diusir, sedangkan bidadari sedang menangisinya.

Rasa penasaran membuat Nabi Musa bermunajah dan bertanya kepada Allah SWT “Wahai Tuhanku, bukankan orang ini adalah seorang fasiq yang telah aku usir dari kota atas perintahmu ?”.

Allah SWT menjawab “Benar, tetapi Aku telah merohmati dan mengampuni dosa-dosanya karena rintihan dalam sakitnya, karena perpisahan dengan keluarganya, kemudian aku menurunkan bidadari dalam bentuk ibu dan istrinya, Aku menurunkan malaikat dalam bentuk ayahnya, dan Aku menurunkan ghilman dalam bentuk anak-anaknya sebagai bentuk kasih sayang atas tempat kematian yang hina darinya. Ketika dia meninggal, semua penduduk langit dan bumi ikut menangis karenanya. Bagaimana aku tidak merohmatinya, sedangkan Aku adalah Maha Pengasih di atas semua pengasih”.

Mendengar jawaban dari Allah SWT, Nabi Musa as lekas memandikan, mengkafani, menyolati, dan mengubur jenazah orang tersebut. Semoga kisah ini bisa membuka hati keras dalam diri kita semua.

Sumber : Kitab Mawaidhul Ushfuriyyah, Hadist ke 17.
Penulis : Syekh Muhammad bin Abi Bakar