Kisah Dakwah, Syekh Abu Yazid Al-Busthami dan 80 Peminum Khamr

Kisah Dakwah, Syekh Abu Yazid Al-Busthami dan 80 Peminum Khamr

Kisah Dakwah, Syekh Abu Yazid Al-Busthami dan 80 Peminum Khamr - Syekh Abu Yazid Al-Busthami adalah seorang yang ahli zuhud yang sudah mencapai tingkat ma’rifat billah. Beliau adalah salah satu dari sekian banyak wali (kekasih) Allah SWT di dunia, dan merupakan “Wali Qutub” di masanya.

Nah, sebagai bentuk renungan diri dan tabayyun, berikut ini ada kisah singkat tentang perjalanan Syekh Abu Yazid Al-Busthami mencari tetangga beliau di surga nanti :

Dikisahkan, suatu hari Syekh Abu Yazid Al-Busthami bermunajah kepada Allah SWT, hati beliau menjadi semakin nyaman, luluh, dan akal pikiran beliau pun turut hanyut akan nikmat bersama Tuhannya.

Dan dalam proses munajah tersebut, Allah SWT membuka hijab (penutup) duniawi kepada Syekh Abu Yazid Al-Bustami, Allah SWT menampakkan Arsy dan surga-Nya, seperti nyata oleh pandangan mata telanjang.

Melihat indahnya surga, Syekh Abu Yazid Al-Busthami berkata dalam lubuk hati “Ini adalah tempat Muhammad SAW, pemimpin para rasul, semoga aku menjadi tetangga baginya di surga”.

Tatkala itu pun, terdengar suara bisikan hati yang kuat, “Sesungguhnya seorang abdul fulan (sebutan bagi hamba yang tidak disebutkan namanya), seorang syekh sekaliigus imam di negara ini dan ini (sumber kitab tidak menjelaskan detail di mana negara dan daerahnya), dia akan menjadi tetangga bagimu di surga”.

Sesaat setelah itu, Syekh Abu Yazid Al-Busthami pun tersadar dari munajahnya. Rasa penasaran dan keingin tahuan untuk menemui seseorang yang ada dalam munajahnya pun semakin kuat, sehingga beliau memutuskan untuk melakukan perjalanan mencari tetangga beliau di surga nanti.

Syekh Abu Yazid Al-Busthami dengan gigih melakukan perjalanan menempuh lebih dari 100 farsakh (1 farsakh = 5 sampai 5,5 km) untuk menemukan siapa orang yang akan menjadi tetangganya di surga.

Setelah sampai di kota dan daerah yang disiratkan dalam munajah Syekh Abu Yazid Al-Busthami, beliau pun menanyakan kepada orang-orang di sana. Namun, sungguh mengherankan mereka berkata “Mengapa kamu menanyakan tentang orang fasiq, peminum khamr. Sedangkan dari wajahmu, kamu terlihat seperti orang yang sholeh ?”.

Mendengar jawaban yang mengusik itu, Syekh Abu Yazid Al-Busthami merasa kecewa dan menyesal. Bahkan dalam hati beliau berkata “Mungkin suara seruan itu berasal dari syetan”.

Syekh Abu Yazid Al-Busthami pun berniat untuk kembali pulang, namun sejenak berpikir, “Aku sudah jauh-jauh dari ke sini dan belum melihat wajah orang itu, dan aku berniat untuk kembali pulang ?”.

Sekali lagi Syekh Abu Yazid Al-Busthami menanyakan tentang seorang peminum khamr itu yang dikatakan banyak orang, “Di mana rumah dan tempatnya ?”.

Orang-orang pun memberitahu Syekh Abu Yazid Al-Busthami sembari memberi peringatan, orang-orang pun menjawab “Orang itu sedang sibuk minum-minuman di tempat ini dan ini (sumber kitab tidak menjelaskan di mana tempat secara detail)”. 

Kemudian, Syekh Abu Yazid Al-Busthami pun bergegas pergi menuju rumah para peminum khamr itu. Sesampai di rumah itu, sekali lagi Syekh Abu Yazid Al-Busthami merasa kecewa bercampur putus asa. Di sana beliau menyaksikan 40 orang sedang berpesta minum khamr dan seorang lagi yang sedang duduk di antara mereka.

Tiba-tiba, orang yang duduk di antara 40 peminum khamr itu memanggil, “Wahai Abu Yazid, wahai syekh kaum muslimin, mengapa kamu tidak segera masuk rumah ?. Kamu datang kepada kami dari tempat yang jauh dengan sudah payah untuk mencari tetanggamu di surga. Sekarang kamu sudah menemukannya, kemudian kamu ingin kembali pulang tanpa salam, tanpa berkata apapun, dan tanpa bertemu dengannya ?”.

Mendengar hal itu, Syekh Abu Yazid Al-Busthami pun sangat terkejut, hati beliau berkata “Ini adadalah sebuah rahasia (rahasia antara Tuhan dan hamba-Nya), bagaimana bisa dia mengetahuinya ?”.

Orang itu pun memanggil-manggil kembali, “Wahai syekh, tidak perlu berpikir dan tidak perlu terkejut, Dzat (Allah SWT) yang telah mengutusmu kepadaku telah memberitahu akan kedatanganmu !. Masuklah wahai syekh, duduklah bersama kami sebentar !”.

Dengan penuh penasaran dan rasa heran, Syekh Abu Yazid Al-Busthami pun memasuki rumah para peminum itu, kemudian duduk di samping orang itu dan bertanya tentang keadaan yang mengherankan itu, "Wahai fulan, apa keadaaan yang seperti ini ?".

Orang itu pun berkata, “Bukanlah sebuah himmah dari seseorang untuk masuk surga secara individu. Sebenarnya, mereka semua, para peminum dan ahli fasiq, berjumlah 80 orang, namun aku telah berjuang untuk 40 orang, mereka (40 orang itu) sudah bertaubat dan kembali dari jalan kefasikan, dan mereka (40 orang itu) akan menjadi teman-teman dan tetanggaku di surga nanti. Dan tersisa 40 orang lagi, sekarang adalah giliranmu untuk memperjuangkan mereka dan mencegah mereka dari kefasikan ini”.

Dari percakapan antara Syekh Abu Yazid Al-Busthami dan orang itu, tanpa disadari, 40 orang peminum khamr itu mengetahui bahwa seorang syekh yang duduk di sana adalah Syekh Abu Yazid Al-Busthami, syekh yang alim, ma’rifat, dan seorang waliyullah.

Dalam momen-momen sesaat itulah, Allah SWT membuka hati para peminum khamr yang tersisa, sehingga mereka berbondong-bondong untuk bertaubat kepada Allah SWT lantaran kedatangan Syekh Abu Yazid Al-Busthami.

Dan 82 orang tersebut (Syekh Abu Yazid Al-Busthami, orang itu, dan 80 peminum khamr) akan menjadi teman dan tetangga di surga nanti.

___________________

___________________

Sumber : Kitab Mawaidhul Ushfuriyyah, hadist ke 37.

Penulis : Syekh Muhammad bin Abu Bakar Al-Ushfuri.

___________________

Catatan inspiratif dari kisah di atas :

Dalam berhubungan sosial, hendaklah kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang lain, meskipun orang itu dinilai buruk dalam pandangan msyarakat, apalagi sampai menghina, menghujat, mengklaim syirik dan kafir, memfitnah, dan sebagainya.

Kita tidak tahu seberapa besar derajat orang lain di hadapan Allah SWT, mungkin saja orang itu lebih baik di sisi-Nya dibanding kita, mungkin saja orang itu melakukan amal yang sangat diridloi Allah SWT, atau semacamnya.

Mari kita budayakan untuk bersikap saling mengerti dan memahami, saling menasehati, dan saling berbaik sangka. Sikap menghina, menghujat, memfitnah tanpa bukti, mengklaim kafir dan syirik, adalah sikap-sikap yang bisa menghilangkan rohmat Allah SWT kepada kita.