Analisis Rukyatul Hilal Sebagai Penentu Bulan Ramadhan dan Syawal

Analisis Rukyatul Hilal Sebagai Penentu Bulan Ramadhan dan Syawal

Penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal merupakan poin penting yang tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kedua hal itu berkaitan dengan awal dan akhir pelaksanaan ibadah puasa yang merupakan rukun islam keempat.

Tentu saja hal itu harus dirujukkan kepada sunnah Rasulullah SAW, para sahabat, para madzhab, dan para ulama’ karena beliau-beliaulah yang paling memahami. Adapun penjelasan mengenai gambaran penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal sudah saya jelaskan pada posting sebelumnya.

Baca sebelumnya : 3 Macam Metode Menentukan Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal.


Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Awal Bulan Syawal di Masa Rasulullah SAW dan Para Sahabat

Perselisihan pendapat mengenai penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal sudah terjadi sejak zaman dulu, meskipun saja sudah diketahui secara paten mengenai dasar penentuan kedua bulan ini, yaitu berdasarkan hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah ra :

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَاَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ - رواه البخاري عن أبي هريرة

Berpuasalah kalian karena melihat bulan dan berbukalah kalian (Idul Fitri) karena melihat bulan, dan jika kalian terhalang mendung maka sempurnakanlah bilangan Bulan Sya’ban menjadi 30 hari” [HR. Bukhori dari sahabat Abu Hurairah].

Dalam salah satu hadist, yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu Umar ra :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ : تَرَائَ النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ، فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ - رواه أبو داود وصححه

"Dari Sahabat Ibnu Umar berkata : Orang-orang melihat bulan kemudian aku mengabarkannya kepada Nabi SAW bahwa sesungguhnya aku melihat bulan, kemudian Beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang (untuk berpuasa) sebab puasa beliau". [HR. Abu Dawud, dinilai shohih oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Hakim].

Dalam hadist lain, Sahabat Ibnu Abbas ra juga meriwayatkan :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : اِنَّ اَعْرَبِيًّا جَاءَ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ اِنِّيْ رَاَيْتُ الْهِلَالَ، فَقَالَ اَتَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ، قَالَ نَعَمْ، قَالَ اَتَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ، قَالَ نَعَمْ، قَالَ فَاَذِّنْ فِي النَّاسِ يَابِلَالُ اَنْ يَصُوْمُوْا غَدًا - رواه الخمسة وصححه ابن خزيمة وابن حبان

"Dari Sahabat Ibnu Abbas : Sesungguhnya orang A'raby datang kepada Nabi SAW kemudian dia berkata, "Sesungguhnya aku telah melihat bulan". Kemudian Beliau bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Alah ?". Dia menjawab, "Iya". Beliau bertanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah ?". Dia menjawab, "Iya". Beliau berkata, "Maka izinkanlah orang-orang wahai Bilal, untuk berpuasa besok"". [HR. Imam Lima, dinilai shohih oleh Imam Ibnu Huzaimah dan Imam Hakim].

Hadist-hadist di atas menjelaskan bahwa untuk menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal adalah dengan secara langsung mengamati kejadian alam, bukan dengan perwujudan dari metode perhitungan bulan secara astronomis dan matematis (metode hisab). Selain itu, hadist-hadist tersebut juga merupakan penguat dari firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 :

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُـمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Dan barang siapa di antara kalian menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" (QS. Al-Baqarah : 185).

Seharusnya, dari dasar-dasar tersebut sudahlah jelas bahwa penentuan awal dua bulan ini adalah dengan metode rukyatul hilal, yaitu dengan langsung mengamati fenomena alam. Jika didapati penghalang seperti mendung, kabut, dan sebagainya, maka barunya dengan mdetode istikmal.

Kesimpulan

Tidak ada lagi metode selain rukyatul hilal atau istikmal pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat.


Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Awal Bulan Syawal Menurut Para Madzhab

Adapun dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan puasa, para madzhab empat telah bersepakat dengan menggunakan metode rukyatul hilal atau istikmal, sebagaimana berikut ini :

Pendapat Empat Madzhab

Dalam beberapa kitab, yang salah satunya adalah Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dijelaskan bahwa para Madzhab empat, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali, telah bersepakat bahwa penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal adalah dengan rukyatul hilal (melihat bulan) atau dengan istikmal (menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari) jika pengamatan bulan dihalangi oleh mendung, kabut, debu, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, keempat madzhab telah menyepakati bahwa penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal adalah dengan  metode yaitu metode rukyatul hilal dan metode istikmal.

Pendapat Madzhab Hambali Jika Bulan Terhalangi

Dalam Kitab Al-Madzahib Al-Arba’ah oleh Syekh Abdur Rahman Al-Jaziri dijelaskan mengenai pendapat Madzhab Hambali terkait hadist riwayat Sahabat Abu Hurairah ra seperti di atas :

فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ

Dan jika kalian terhalang mendung

Madzhab Hambali sangat berhati-hati dalam menafsiri hadist tersebut. Kehati-hatian ini tentu saja karena Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal adalah awal dan akhir menjalankan ibadah puasa wajib. Berikut ini pendapat Madhzhab Hambali :

1. Dalam Menentukan Awal Bulan Ramadhan

Madzhab Hambali berpendapat bahwa ketika Bulan terhalangi di saat tenggelam pada hari ke-29 Bulan Sya’ban, maka tidaklah wajib menyempurnakan Bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Sebaliknya, masih wajib menginapkan niat dan berpuasa pada hari berikutnya pada malam itu (hari setelah 29 Sya’ban).

Namun jika sudah jelas di pertengahan Bulan Ramadhan bahwa hari setelah tanggal 29 Sya’ban, yang mana tidak wajib menyempurnakan 30 sya’ban adalah masih termasuk Bulan Sya’ban maka tidak wajib menyempurnakan Bulan Ramadhan menjadi 30 hari.

2. Dalam Menentukan Akhir Bulan Ramadhan (Awal Bulan Syawal)

Jika bulan terhalangi mendung dan sebagainya, Madzhab Hambali berpendapat sama seperti Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, dan Madzhab Syafi’i, yaitu menyempurnakannya menjadi 30 hari.

Kesimpulan

Para madzhab empat bersepakat bahwa awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal hanya bisa ditentukan dengan metode rukyatul hilal atau istikmal.

Baca juga : Menolak Metode Hisab Sebagai Penentu Bulan Ramadhan dan Syawal.


Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan Awal Bulan Syawal Menurut Para Ulama'

Adapun penentuan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal, para ulama' dari seluruh penjuru dunia juga banyak menyepakati dengan menggunakan metode rukyatul hilal dan istikmal.

Golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah telah bersepakat bahwa hanya rukyatul hilal atau istikmal yang bisa dijadikan dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal, bukan dengan metode hisab.

Syekh Abdur Rahman Al-Jaziri dalam kitabnya, Al-Madzahib Al-Arba'ah menjelaskan bahwa hanya ada 2 metode yang harus digunakan untuk menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal, yaitu rukyatul hilal (jika bulan tidak terhalangi) atau istikmal (jika bulan terhalangi oleh mendung, kabut, dan sebagainya).

Syekh Ibnul Qosim Al-Khou'i, yang merupakan salah satu ulama' Syi'ah Imamiyah juga menjelaskan pendapat yang sama :

لَابُدَّ فِيْ ثُبُوْتِ هِلَالِ شَوَّالٍ مِنْ تَحْقِيْقِ اَحَدِ الْاُمُوْرِ الْمُقَدَّمَةِ(يَعْنِيْ رَؤْيَةَ الْهِلَالِ وَشَهَادَةَ عَدْلَيْنِ اَوْ اِكْمَالِ الْعِدَّةَ ثَلَاثِيْنَ) فَلَوْ لَمْ يَثْبُتْ شَيْءٌ مِنْهَا لَمْ يَجُزِ الْاِفْطَارُ

"Wajib di dalam penetapan rembulan di Bulan Syawal dari realisasi salah satu dua perkara yang telah dijelaskan" [yakni melihat bulan dan penyaksian 2 orang adil atau menyempurnakan bilangan 30 hari]. maka jika tidak ditetapkan sesuatu dariya maka tidak diperbolehkan berbuka (idul fitri).". [Kitab Al-Masail Al-Mutanajjiyah, oleh Imam Al-Khou'i cetakan kedua, percetakan Al-Adab di Najaf, tahun 1382 H, hal. 149}

Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, seorang mufti kota Mesir terdahulu juga berpendapat hal yang sama, yaitu dengan rukyatul hilal atau istikmal

Syekh Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya, Majmuk Fatawi, berpendapat bahwa menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal adalah dengan metode rukyatul hilal atau istikmal.

Para ulama' dan para kyai Nahdhotul Ulama' juga menerapkan metode rukyatul hilal atau istikmal pada setiap awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal sejak awal pendirian hingga saat ini. Hal ini juga menjadi ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam menentukan awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal.

Tentunya, masih banyak pendapat-pendapat ulama' lainnya yang tidak dituliskan di sini. Ini hanya beberapa sample dari sekian banyak pendapat para ulama' yang menyepakati metode rukyatul hilal atau istikmal sebagai penentu awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal.

Kesimpulan

Golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan golongan lainnya bersepakat bahwa awal Bulan Ramadhan dan awal Bulan Syawal hanya bisa ditentukan dengan metode rukyatul hilal atau istikmal.

Sumber : Kitab Hujjah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Bab Penetapan 2 Bulan, yaitu Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal
Karya : KH. Ali Maksum.