Syarat-Syarat Wajib Dalam Tayammum

Syarat-Syarat Wajib Dalam Tayammum

Syarat-Syarat Wajib Dalam Tayammum - Tayammum merupakan tindakan bersuci dengan menggunakan debu sebagai pengganti wudlu karena tidak adanya air sebagai upaya memperoleh sahnya sholat. Tayammum dilakukan dengan memindahkan dan mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan sampai siku.

Baca sebelumnya :
Rukun dan Sunnah Dalam Tayammum
Sebab-Sebab Diperbolehkannya Melakukan Tayammum
Perkara Yang Bisa Membatalkan Tayammum


Syarat-Syarat Wajib Dalam Bertayammum

Dalam Kitab Safinatun Najah, dijelaskan bahwa syarat-syarat yang perlu dilakukan dalam bertayammum ada 10, sebagai berikut ini :

شُرُوْطُ التَّيَمُّمِ عَشَرَةٌ : أَنْ يَكُوْنَ بِتُرَابٍ وَأَنْ يَكُوْنَ التُّرَابُ طَاهِرًا وَأَنْ لَا يَكُوْنَ مُسْتَعْمَلًا وَأَنْ لَا يُخَالِطَهُ دَقِيْقٌ وَنَحْوُهُ وَأَنْ يَقْصِدَهُ وَأَنْ يَمْسَحَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ بِضَرْبَتَيْنِ وَأَنْ يُزِيْلَ النَّجَاسَةَ أَوَّلًا وَأَنْ يَجْتَهِدَ فِى الْقِبْلَةِ قَبْلَهُ وَأَنْ يَكُوْنَ التَّيَمُّمُ بَعْدَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ وَأَنْ يَتَيَمَّمَ لِكُلِّ فَرْضٍ

"Syarat-syarat tayammum ada 10, yaitu : Tayammum dilakukan dengan menggunakan debu, debunya harus suci, debunya bukan musta'mal, debunya tidak tercampuri oleh tepung dan semacamnya, menyengaja (mengusapkan) debu, mengusap wajah dan kedua tangannya dengan 2 kali usapan, menghilangkan najis terlebih dahulu, berijtihad menghadap kiblat sebelum bertayammum, bertayammum sesudah masuknya waktu sholat, dan bertayammum untuk setiap sholat fardlu"


1. Tayammum Harus Dengan Debu

Syarat tayammum sudah jelas harus menggunakan debu murni atau tanah yang berdebu. Adapun beberapa macam debu di sini misalnya seperti yang dijelaskan dalam Kitab Kasyifatus Saja berikut ini :

  • Tanah liat murni dan semacamnya
  • Tanah armani, yaitu tanah yang digunakan untuk pengobatan yang sudah dihaluskan. Atau tanah armani yang dibakar meskipun ia berwarna hitam, dalam tanda kutip selama ia belum menjadi pasir dan unsur-unsur debunya sudah hilang.
  • Tanah bath'ha' yaitu tanah yang berada di tempat aliran air
  • Tanah sabakh, yaitu tanah yang tidak muncul selama ia tidak tertumpangi oleh garam.

فجميع ما يصدق عليه إسم التراب كاف من أي محل أخذ ولو من ظهر كلب إذا لم يعلم تنجس التراب المأخوذ منه

"Kesimpulannya adalah semua debu yang disebut dengan debu sudah mencukupi (untuk digunakan bertayammum) dari manapun tempat ia diambil, bahkan tanah dari punggung anjing apabila tidak diketahui najisnya tanah yang diambil itu".


2. Debu Yang Digunakan Harus Suci

Syarat selanjutnya yaitu debu yang akan digunakan untuk bertayammum haruslah suci dari najis. Jika debu itu najis, minimal tidak diketahui najisnya debu yang akan digunakan sebagaimana telah dijelaskan pada poin pertama di atas. Allah SWT berfirman :

فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا

"Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)" (An-Nisa : 43).


3. Debu Yang Digunakan Bukan Musta'mal

Musta'mal di sini dimaksudkan sebagai debu yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadats (bertayammum). Termasuk debu musta'mal juga adalah debu yang sudah digunakan untuk mensucikan najis mughaladlah, karena syarat mensucikan najis mughaladlah salah satunya harus dengan debu.

والمستعمل منه فى رفع الحدث ما بقي بعضو ممسوح بعد مسحه أو تناثر منه حالة التيمم بعد مسحه العضو

"Debu yang musta'mal (sudah digunakan) dalam menghilangkan hadats adalah debu yang masih tersisa pada anggota tubuh yang diusap setelah mengusapkannya atau debu yang sudah rontok pada saat bertayammum setelah mengusapkannya pada anggota tubuh".

Dengan demikian, debu yang berada di tanah sebelum diusapkan, debu yang masih berada di tangan sebelum diusapkan, debu yang masih berada di tangan lalu rontok atau terhembus angin sebelum diusapkan, maka debu-debu ini masih suci dan belum dinamakan musta'mal.


4. Debu Yang Digunakan Tidak Bercampur Dengan Tepung atau Semacamnya

Debu yang akan digunakan untuk bertayammum hendaklah debu murni dan tidak bercampur dengan tepung, minyak zafran, gamping, dan semacamnya. Mengapa ? karena jika tercampuri dengan demikian itu akan mencegah debu sampai pada kulit secara merata.

ولو اختلط التراب بماء مستعمل وجف جاز له التيمم به

"Dan apabila debu bercampur dengan air musta'mal, lalu kering, maka boleh bertayammum dengan debu itu".


5. Menyengaja Memindahkan Debu

Syarat tayammum selanjutnya adalah adanya kesengajaan ketika memindahkan atau mengusapkan debu ke anggota-anggota tubuh yang diusap.

أي يقصد التراب لأجل التحويل إلى العضو الممسوح فيتيمم ولو بفعل غيره بإذنه أو يمرغ وجهه أو يديه فى الأرض

"Maksudnya adalah menyengaja mengusapkan debu karena (dengan niatan) memindahkannya ke anggota tubuh yang diusap, maka ia boleh bertayammum meskipun dengan bantuan orang lain atas izinnya, atau (boleh juga) menggulungkan wajah atau (boleh juga) menggulungkan kedua tangan ke tanah".

Adapaun jika debu terhembus ke wajah dan kedua tangan atau ada orang lain mengusapkan debu ke anggota wajah dan kedua tangannya tanpa zin darinya, lalu ia niat bertayammum dengan cara itu, maka demikian itu tidak sah.

Berbeda lagi jika kasusnya adalah mengambil debu dari debu-debu yang terhembus angin, lalu mengusapkannya ke wajah dan kedua tangan, maka demikian itu diperbolehkan :

ولو أخذ التراب من الهواء كفى

"Dan apabila mengambil debu dari udara, maka sudah mencukupi (diperbolehkan)".


6. Mengusap Wajah dan Kedua Tangan Dengan 2 Kali Usapan

Maksud 2 kali usapan adalah 1 kali usapan untuk wajah dan satu kali usapan untuk kedua tangan. Jadi, misalnya ada seseorang bertayammum dan memungkinkan hanya dengan satu kali usapan untuk wajah dan kedua tangan, maka tayammumnya tidak sah menurut syar'i.


7. Menghilangkan Najis Dari Badan Terlebih Dahulu

فيشترط على المتيمم تقديم إزالة النجاسة غير المعفو عنها ولو عن بدنه وعن غير أعضاء التيمم من فرج أو غيره لا عن ثوبه ومكانه، بخلافه فى الوضوء لأن الوضوء لرفع الحدث وهو يحصل مع عدم ذلك والتيمم لإباحة الصلاة التابع لها غيرها ولا إباحة مع ذلك فاشبه التيمم معها التيمم قبل الوقت

"Lalu disyaratkan bagi orang yang bertayammum untuk terlebih dahulu menghilangkan najis yang tidak dima'fu, meskipun dari badan dan dari selain anggota-anggota tubuh tayammum baik farji (kemaluan) dan lainnya, bukan pakaian dan tempatnya (tidak disyaratkan menghilangkan najis pada pakaian dan tempat). Berbeda dengan wudlu (wudlu tidak disyaratkan menghilangkan najis dari badan terlebih dahulu) karena wudlu untuk menghilangkan hadats yang dapat diperoleh tanpa menghilangkan najis terlebih dahulu, sedangkan tayammum untuk kebolehan melakukan sholat yang mana ibada selain sholat mengikuti sholat (jika dengan tayammum). Dan tidak ada kebolehan tayammum bersamaan dengan adanya najis, maka serupalah tayammum bersamaan masih adanya najis dengan tayammum sebelum waktu sholat (tidak sah)".

Namun, untuk masalah menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum tayammum, beberapa ulama' berbeda pendapat. Imam Syarqawi berpendapat :

فلو تيمم قبل إزالة النجاسة لم يصح تيممه على المعتمد فى المذهب

"Lalu apabila seseorang bertayammum sebelum menghilangkan najis, maka tidak sah tayammumnya menurut pendapat yang muktamad (kuat) di dalam madzhab".

Imam Ar-Ramli berpendapat sama. Sedangkan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat masih tetap sah tayammumnya tanpa menghilangkan najis terlebih dahulu.


8. Berijtihad Menghadap Kiblat Sebelum Tayammum

Syarat bertayammum harus menghadap kiblat, namun dalam hal sebelum atau sesudah tayammum, beberapa ulama' berbeda pendapat, Imam Ibu Hajar Al-Haitami berpendapat dalam Kitab Minhajul Qowim :

فلو تيمم قبل الإجتهاد فيها لم يصح على الأوجه

"Lalu apabila seseorang bertayammum sebelum ijtihad menghadap kiblat, maka tidak sah tayammumnya menurut aujuh"

Sedangkan Imam Syarqawi berpendapat :

هذا ضعيف فيصح التيمم بعد دخول الوقت ولو قبل الإجتهاد فى القبلة، ولهذا تصح صلاة من صلى أربع ركعات لأربع جهات بلا إعادة

"Ijtihad menghadap qiblat sebelum tayammum adalah pendapat lemah. Maka sah saja tayammum setelah memasuki waktu sholat dan meskipun sebelum ijtihad ke arah kiblat. Dan oleh karena ini, sah saja sholatnya seseorang yang melakukan sholat 4 rakaat  pada 4 arah tanpa pengulangan (apabila ia tidak mengetahui arah kiblat dan berijtihad ke satu arah yang ia yakini sebagai kiblat)".


9. Tayammum Harus Dilakukan Setelah Masuknya Waktu Sholat

Tayammum disyaratkan dilakukan setelah masuknya waktu sholat. Apabila seseorang bertayammum untuk sholat ashar sedangkan ia masih berada pada waktu sholat dhuhur, maka tayammum yang ia kerjakan tidak sah. Alasannya mengapa tayammum disyaratka harus memasuki waktu sholat adalah :

لأن التيمم طهارة ضرورة ولا ضرورة قبل دخوله

"Karena tayammum adalah upaya bersuci karena dharurat (terpaksa) dan tidak ada keterpaksaan sebelum masuknya waktu sholat".


10. Tayammum Hanya Untuk 1 Kali Sholat Fardlu

Dalam Kitab Bulughul Maram, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Bab Tayammum paling akhir, dijelaskan :

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ : مِنْ السُّنَّةِ أَنْ لَا يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بِالتَّيَمُّمِ إِلَّا صَلَاةً وَاحِدَةً ثُمَّ يَتَيَمَّمُ لِلصَّلَاةِ اَلْأُخْرَى - رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ جِدًّا

"Dari Sahabat Ibnu Abbas ra berkata : Termasuk sunnah Rasul SAW adalah jika seseorang tidak menunaikan shalat dengan tayammum kecuali hanya untuk sekali shalat (fardlu) saja kemudian ia bertayammum untuk shalat yang lain - hadits riwayat Imam Daruquthni dengan sanad yang amat lemah"

Jadi, apabila seseorang bertayammum dengan niat untuk melaksanakan sholat fardlu, maka ia hanya diperbolehkan melaksanakan satu kali sholat fardlu. Jika ia ingin melakukan sholat fardlu lainnya, maka ia harus memperbarui tayammum meskipun belum batal. Tetapi, ia boleh melakukan beberapa kali sholat sunnah dan beberapa kali menyentuh mushaf. 

Wallahu a'lam bis showab.

____________________

Sumber : Kitab Kasyifatus Saja, Bab Tayammum, karya Imam Nawawi Al-Banteni