Perkara Yang Diharamkan Saat Membaca Al-Qur'an

Perkara Yang Diharamkan Saat Membaca Al-Qur'an

Mushaf Al-Qur'an adalah Kalam Allah SWT yang mulia dan agung. Al-Qur'an sendiri berfungsi sebagai sumber dan pedoman pertama yang harus dipegang dan diyakini kebenarannya bagi segenap kaum muslimin. Tentu saja ada nilai-nilai yang harus dijaga memperlakukan mushaf Al-Qur'an, baik saat membaca, menyentuh, maupun membawanya.

Sebagai seorang muslim yang beriman kepada Kalam Allah SWT, maka ada nilai-nilai adab dan tata krama yang harus senantiasa dijaga, misalnya saat membaca mushaf Al-Qur'an. Berbeda dengan membaca buku dan kitab lainnya, karena derajat mushaf Al-Qur'an jauh lebih mulia dibanding buku dan kitab lainnya.


Perkara Yang Diharamkan Saat Membaca Mushaf Al-Qur'an

Mengenai adab dan tata krama dalam membaca Kalam Allah SWT yang mulia, kita perlu mengindari perkara-perkara yang dinilai haram dan merusak. Nah, untuk itulah di sini ada beberapa perkara yang tidak diperbolehkan dan diharamkan oleh ulama' ahli qira'ah saat seorang musliam sedang membaca Al-Qur'an:

1. Sengaja Menerjang Batas Kaidah Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid memiliki peran yang penting dalam mempertahankan keindahan dan kualitan membaca mushaf Al-Qur'an. Selain itu, ilmu tajwid juga berfungsi sebagai ta'addub (beradab atau bertata krama) dalam membaca mushaf Al-Qur'an, maka tidak diperbolehkan membacanya secara ngawur.

Baca lebih lanjut : 7 Manfaat Penting Belajar Ilmu Tajwid.

Dalam hal ini, hal yang diharamkan saat membaca mushaf Al-Qur'an adalah sengaja membuat kesalahan dalam bacaan, misalnya memanjangkan huruf yang seharusnya pendek, memendekkan huruf yang seharusnya panjang, menghilangkan tanda tasydid saat membaca, dan lain sebagainya.

2. Menambah atau Mengurangi Tanpa Ilmu

Hal yang juga diharamkan dan dikecam oleh para ulama' adalah menambahkan atau mengurangi, baik harakat, huruf, atau lafadz, karena hal itu akan mempengaruhi makna Al-Qur'an. Kita tahu bahwa setiap harakat, huruf, dan lafadz memiliki makna yang sangat luas, yang hanya Allah SWT yang lebih mengetahuinya dalam ilmu ghaib-Nya (rahasia-rahasia-Nya), sedangkan manusia hanya diberikan sedikit ilmu tentang hal itu.

Terkait poin ini, ada pengecualian bagi para ulama' ahli tafsir dan ulama' ahli qira'ah, yang mana mereka mengetahui ilmunya, baik dari berbagai macam riwayat yang sampai pada Nabi SAW, dan lainnya. Untuk itulah, di dalam keterangan beberapa kitab tafsir, beberapa lafadz tertentu di dalam mushaf Al-Qur'an bisa dibaca dengan tasydid atau tanpa tasydid, misalnya juga pada sebuah lafadz bisa dibaca "يَبْسُطُ" atau "يَبْصُطُ", bisa dibaca "مَالِكَ" atau "مَلِكَ", dan lainnya.

Sedangkan kita sebagai orang awam yang tidak mengetahui ilmu tersebut, maka kita hanya perlu mengikuti kesepakatan dari para ulama'. Jangan membuat kesimpulan sendiri tanpa mengetahui kebenarannya.

4. Mengganti Lafadz Dengan Lafadz Lain Yang Bermakna Yang Sama

Sekali lagi, setiap harakat, huruf, dan lafadz di dalam mushaf Al-Qur'an memiliki makna yang sangat luas. Manusia hanya diberi sangat sedikit ilmu untuk mengetahui tentang hal itu. Jadi, perubahan sekecil apapun dalam mushaf Al-Qur'an akan mempengaruhi makna dan hikmah rahasia dalam Al-Qur'an tersebut.

Nah, salah satu hal yang juga diharamkan adalah mengganti suatu lafadz dengan lafadz lain yang memiliki makna sama. Misalnya lafadz "خَيْرُ اُمَّةٍ" diganti dengan "اَحْسَنُ اُمَّةٍ", maknanya memang hampir sama yaitu "sebaik-baik umat" tetapi amat jauh berbeda jika disandarkan menurut Al-Qur'an. Jadi, pergantian lafadz tersebut diharamkan dan tidak diperbolehkan.

3. Membaca Al-Qur'an Dengan Lagu dan Nyanyian

Perkara yang diharamkan selanjutnya adalah membaca mushaf Al-Qur'an dengan diiringi lagu dan nyanyian. Sama halnya juga membaca mushaf Al-Qur'an dengan logat yang diiringi irama. Mengapa diharamkan? karena ayat yang dibaca pasti mengikuti alur lagu dan irama, sehingga terkadang yang panjang dibaca pendek dan yang pendek dibaca panjang, dan sebagainya. Tentu saja hal itu pun akan mempengaruhi makna dalam mushaf Al-Qur'an.

Jika membaca Al-Qur'an dengan diiringi irama atau logat tertentu, seperti bacaan qari' dalam momen-momen tertentu maka hal itu masih diperbolehkan, minimal karena dua alasan. Pertama tidak sampai menerjang batas kaidah tajwid, baik adanya penambahan atau pengurangan dari segi mad dan sebagainya. Kedua, untuk menunjukkan keindahan bacaan Al-Qur'an dengan irama atau logat tertentu sebagai bentuk penghormatan kepada Al-Qur'an yang mulia.

4. Tadl'hik

Tadl'hik (التَّضْحِيْكُ) berasal dari lafadz dlahhaka "ضَحَّكَ" yang berarti menertawakan. Maksudnya adalah membaca mushaf Al-Qur'an dengan niatan gurauan, lelucon, candaan, dan humor agar menimbulkan tawa orang-orang di sekitarnya, meskipun ayat yang dibaca benar menurut kaidah tajwidnya. Tentu saja ini diharamkan karena Al-Qur'an bukan sebuah lelucon atau gurauan, ini sama saja dengan menertawakan Allah SWT.

5. Tarqish

Tarqish (التَّرْقِيْصُ) berasal dari kata raqqasha "رَقَّصَ" yang berarti membuat tarian. Maksudnya adalah membaca mushaf Al-Qur'an dengan gaya semacam tarian. Sebagian ulama' memberikan gambaran tentang tarqish, yaitu diserupakan seperti saat seseorang hendak berhenti pada huruf yang disukun (huruf mati), lalu tiba-tiba dia menghentakkannya beriringan dengan gerakan tubuh, misalnya meloncat atau berjalan cukup cepat. Hal tersebut diharamkan menurut ulama' ahli qira'ah.

6. Takhzin

Tahzin (التَّحْزِيْنُ) berasal dari kata hazzana "حَزَّنَ" yang berarti membuat sedih. Maksudnya adalah saat seorang membaca mushaf Al-Qur'an dengan cara meninggalkan kebiasaan karakternya dalam membaca Al-Qur'an, seolah dia sedang bersedih atau menangis, sehingga orang lain memandangnya sebagai orang yang khusyu' dan khudlu' (merendahkan diri di hadapan Allah SWT).

Rupa orang seperti ini banyak ditemui di dalam masyarakat, bahkan di Indonesia. Dia berbeda karakter dalam membaca mushaf Al-Qur'an, ketika membaca seorang diri dengan gaya biasa, sedangkan saat membaca bersamaan dengan orang lain dengan gaya begitu sedih seperti sedang menangis. Hal itu diharamkan karena di dalamnya mengandung unsur riya dan ingin dipuji, kecuali memang dalam keadaan apapun gaya membacanya sudah seperti itu.

7. Tar'id

Tar'di (التَّرْعِيْدُ) berasal dari kata ra'ada "رَعَّدَ" yang berarti menggetar seperti geledek atau halilintar. Maksudnya adalah saat seorang membaca mushaf Al-Qur'an dengan gaya menggetarkan suara seperti sedang dalam keadaan sakit atau kedinginan.

8. Takhrif

Takhrif (التَّحْرِيْفُ) berasal dari kata "حَرَّفَ" yang berarti membelokkan. Maksudnya takhrif di sini adalah membaca Al-Qur'an dalam sebuah kelompok atau jamaah, di mana satu orang membaca satu lafadz dan kalimat, kemudian orang lain membaca lafadz dan kalimat selanjutnya, dan begitu seterusnya. Mereka memutus-mutus kalimat secara bergantian pada satu ayat sebelum kalimat tersebut menjadi sempurna, baika dari segi lafadz maupun makna.

Mereka bertujuan untuk menjaga suaranya, namun ada nilai penting yang dilalaikan yaitu tidak adanya hikmah pahala dan tidak adanya rasa ta'dhim (memuliakan) ayat-ayat Allah SWT yang mulia.

Adapun dalam pembelajaran dalam TPQ atau madrasah diniyyah, misalnya satu ayat dibaca satu orang, lalu dilanjutkan ayat lain yang dibaca oleh orang selanjutnya, maka hal itu masih diperbolehkan karena kalimatnya sudah sempurna pada akhir ayat, meskipun hanya sempurna secara lafadznya saja misalnya.


Kesimpulan

Mushaf Al-Qur'an adalah sebuah kitab suci yang menjadi wadah kalam Allah SWT. Untuk itu, setiap muslim dan mukmin diharuskan membaca mushaf Al-Qur'an dengan menggunakan adab dan tata krama baik. Selain itu, ada perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan saat membacanya, sebagaimana yang telah dijelaskan. Perkara-perkara haram ini seharusnya tidak dilakukan demi menjaga kemuliaan Al-Qur'an dengan adab dan tata krama baik.

Baca juga : Kumpulan Materi Ilmu Tajwid.