Pengertian Hadits Mutawatir dan Contohnya

Klasifikasi atau pembagian hadits berdasarkan jumlah banyak atau sedikitnya rawi ada 2 macam, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.

Baca juga : Pengertian Hadits Ahad dan Contohnya.


Pengertian Hadits Mutawatir (الْحَدِيْثُ الْمُتَوَاتِرُ)

Menurut bahasa, mutawatir berasal dari bahasa arab tawatara "تَوَاتَرَ" yang berarti berturut-turut, atau sesuatu yang datang secara beriringan tanpa disela antara satu dengan lainnya.

Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi, baik terdiri dari satu thabaqah (tingkatan) atau lebih, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, dan hadits tersebut merupakan tanggapan dari panca indera mereka sendiri.

Berdasarkan pengertian secara istilah di atas, maka kesimpulan mengenai kriteria hadits mutawatir adalah sebagai berikut :

1. Diriwayatkan Oleh Banyak Rawi

Namun, para ulama' berbeda pendapat dalam menyebutkan jumlah rawi yang meriwayatkan ada yang berpendapat 4 orang rawi, 5 orang rawi, 10 orang rawi, 40 orang rawi, 70 orang rawi, bahkan ada pula yang berpendapat bisa lebih dari 300 orang rawi. Namun, pendapat yang paling unggul adalah seperti pendapat Al-Ishthikhari, yaitu minimal 10 orang rawi.

2. Bisa Terdiri dari Satu Thabaqah Atau Lebih

Thabaqah di sini berarti tingkatan atau sekelompok orang, artinya hadits mutawatir bisa terdiri dari satu satu kelompok rawi atau lebih dari satu kelompok rawi.

3. Mustahil Para Rawi Bersepakat Untuk Berdusta

Alasan utama yang menjadi patokan hadits mutawatir adalah para perawi diperkirakan mustahil jika mereka bersepakat berdusta dalam meriwayatkan hadits. Dengan demikian, jika kemungkinan tidak berdusta masih diragukan meskipun banyak rawi yang meriwayatkan, maka hadits tersebut masih belum mencapai derajat mutawatir.

4. Didasarkan Pada Tanggapan Panca Indera 

Maksudnya adalah rawi pertama yang meriwayatkan hadits benar-benar secara langsung mendengar melalui telinga, melihat melalui mata, atau menyentuh melalui kulit, misalnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda atau saya melihat Rasulullah melakukan ini, dan seterusnya. 


Klasifikasi Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Hadits Mutawatir Lafdzi

Hadits Mutawatir Lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak rawi dengan susunan redaksi dan makna yang sama. Contoh hadits mutawatir lafdzi adalah sebagai berikut :

مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barang siapa yang membuat kebohongan dengan mengatasnamakan aku secara sengaja, maka hendaklah ia menempati tempatnya di dalam neraka".

Hadits tersebut telah diriwayatkan dari banyak jalur rawi dengan susunan kalimat, lafadz, dan makna yang sama.

2. Hadits Mutawatir Maknawi

Hadits Mutawatir Maknawi adalah hadits yang para rawinya berlainan susunan redaksinya dan maknanya, tetapi pengertian globalnya adalah sama. Contoh hadits mutawatir maknawi adalah hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa.

Ada banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan mengenai mengangkat tangan ketika berdoa, baik ketika sholat istisqa' dalam berkhutbah, ketika qunut, ketika melempar jumrah, ketika wuquf di Arafah, dan lainnya. Meskipun susunan kalimat, lafadz, dan maknanya berbeda, sedangkan setiap hadits tersebut tidak mutawatir, namun ada titik persamaan yaitu mengangkat tangan ketika berdoa, sehingga makna mengangkat tangan ketika berdoa telah mencapai derajat mutawatir secara keseluruhan.

Artinya, meskipun setiap hadits tidak mutawatir dan setiap kalimat hadits menjelaskan keadaan tangan yang berbeda-beda, ada yang memanjangkan tangan sampai di atas kepala (sholat istisqa'), ada yang lebih rendah, dan lain-lain. Namun, yang dinilai mutawatir adalah makna saja yaitu mengangkat tangan ketika berdoa, meskipun cara mengangkat tangan berbeda-beda.


Kedudukan Hadits Mutawatir

Sebenarnya, dari pengertian tentang hadits mutawattir di atas, maka sudah bisa diketahui bahwa hadits-hadits yang tergolong mutawatir adalah hadits-hadits yang pasti berasal dari Rasulullah SAW. Kepastiannya bisa diperkirakan hampir mencapai seratus persen tentunya.

Sehingga, buah daripada hadits-hadits yang termasuk mutawattir tersebut melahirkan ilmu qath'i atau ilmu pasti, yaitu kepastian yang bersumber dari setiap perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah SAW. Sebagaimana para ulama ahli hadits sendiri telah mengemukakan bahwa hadits mutawatir memberikan faedah ilmu dharury (ilmu yang memberikan keyakinan pasti akan kebenarannya) bukan ilmu nadzary (ilmu yang tidak pasti yang didasarkan dari pengamatan dan prasangka).

Dengan demikian, kedudukan hadits mutawatir sangatlah mulia dan tinggi sebagai sumber hukum, pedoman, dasar, dalil, dan hujjah yang harus dipegang, bahkan sangat jauh bila dibandingkan hadits ahad. Tentu saja hal ini jika dilihat dari segi banyak atau tidaknya rawi yang meriwayatkan hadits.

Sumber : Kitab Minhatul Mughits,
Karya : Syekh Hafidz Hasan Al-Mas'udi.