Penyebab dan Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu' (Palsu)

Penyebab dan Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu' (Palsu)

Hadits Maudhu' adalah hadits yang lebih dikenal dengan istilah "hadits palsu", yang mana di dalamnya berisi kandungan kebohongan dengan mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW.

Adapun mengenai pengertian, contoh, dan cara mengetahui hadits maudhu' bisa dilihat lebih lanjut pada : Pengertian dan Contoh Hadits Maudhu' (Hadits Palsu).


Penyebab Adanya Hadits Maudhu' (Hadits Palsu)

Tentu saja hadits maudhu' tidak muncul begitu saja, tetapi ada penyebab yang melatarbelakangi munculnya hadits tersebut, yang di antaranya adalah :

1. Bertujuan Untuk Menyesatkan atau Penyebaran Hoax

Ternyata, penyebaran berita hoax di kalangan umat islam memang sudah terjadi pada masa lampau, meskipun tak seperti hoax pada zaman sekarang karena adanya dukungan dalam masalah perkemabangan teknologi mobile dan internet.

Penyebaran hoax pada masa dulu pun sama yaitu dengan meriwayatkan maqolah atau bahkan dengan mengatasnamakan hadits Nabi SAW, yang mana hal itu didasarkan pada kepentingan individu. Pastinya, tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang menyesatkan.

Tujuan penyesatan itu bisa saja terjadi karena orang yang meriwayatkan hadits maudhu' memang sengaja untuk memberikan kesan buruk pada agama islam. Ya, pasalnya hadits-hadits maudhu' memiliki kandungan isi dan makna yang ekstrim dan bertentangan dengan syariat agama islam.

2. Ingin Dikenal Sebagai Ulama'

Salah satu penyebab yang melatarbelakangi munculnya hadits maudhu' adalah ingin dikenal sebagai seorang yang alim, arif, dan berilmu tinggi. Orang itu memikirkan sebuah kaidah islam yang didasarkan pada pemikirannya sendiri atau ia mendengar sebuah maqolah dari seorang ulama', lalu meriwayatkannya sebagai sebuah hadits agar mendapatkan dukungan dari masyarakat tentunya.

3. Mengikuti Keinginan Seorang Penguasa

Penyebab munculnya hadits maudhu' yang juga umum terjadi pada masa dulu adalah karena mengikuti keinginan penguasa yang dhalim. Tentu saja keinginan tersebut dilakukan agar ia tetap dapat mempertahankan posisi dan kedudukan di mata penguasa. Dan tidak menutup kemungkinan juga demi keselamatan diri sendiri dari ancaman penguasa. Ya, hal demikian itu banyak terjadi karena pada masa dulu, banyak ulama' yang mendapatkan perlakuan kejam dari penguasa, jika pemahaman mereka bertentangan dengan penguasa.

4. Ingin Mendekat Pada Penguasa

Terkait pada poin ketiga di atas, ada juga penyebab memunculkan hadits maudhu' demi keinginan diri untuk mendekat dan mendapatkan posisi tinggi dari penguasa sebagai seorang ulama'. Jadi, dia dengan mudahkan menjual akhirat demi kepentingan dunia semata.

5. Fanatisme Firqah

Fanatisme firqah (aliran) bukanlah masalah asing di dalam sejarah perkembangan islam. Perselisihan pendapat dan perdebatan faham pun sudah biasa pada masa dulu, sehingga sebagian golongan terkadang sampai membuat pengada-adaan mengenai hadits. Rasa fanatik terhadap faham dan keyakinan memunculkan pemikiran untuk membuat hadits maudhu', semua adalah demi menguatkan argumen dan faham mereka.


Hukum Mengamalkan Hadits Maudhu'

Seperti halnya pengertian hadits maudhu' pada link di atas dan beberapa penyebab yang melatarbelakangi munculnya hadits tersebut, maka ada beberapa hukum dalam mengamalkan hadits ini, sedangkan mengamalkan di sini bisa berarti meriwayatkan dan mengamalkan kandungan isi bagi setiap individu. Untuk itulah di sini ada beberapa hukum yang dijelaskan dalam Kitab Minhatul Mughits Bab Hadits Maudhu' (disertai dengan penjelasan tambahan) :

1. Hukumnya Membuat Hadits Maudhu' Adalah Haram Mutlaq

Para ulama' jelas bersepakat bahwa membuat perkataan dengan mengada-ada atau membuat kebohongan atas nama Nabi SAW adalah haram mutlaq, karena hal itu akan merusak citra hadits dan juga upaya melencengkan syariat. Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barang siapa yang membuat kebohongan dengan mengatasnamakan aku secara sengaja, maka hendaklah ia menempati tempatnya di dalam neraka".

2. Hukumnya Meriwayatkan Hadits Maudhu' Adalah Haram Mutlak

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa meriwayatkan hadits maudhu' adalah haram mutlak bagi orang yang mengetahui bahwa hadits tersebut adalah maudhu'. Hal demikian itu dikarenakan hadits tersebut diduga merupakan upaya kebohongan dengan mengatasnamakan Nabi SAW dan juga banyaknya kandungan makna dalam hadits maudhu' yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang shahih.

Adapun jika kandungan isi hadits maudhu' tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang shahih, maka untuk menjelaskannnya bisa dilihat pada poin ketiga.

3. Tidak Berdosa Karena Ketidaktahuan

Dalam kitab tersebut juga dijelaskan jika seseorang meriwayatkan sebuah hadits maudhu', sedangkan ia tidak mengetahui bahwa hadits yang diriwayatkannya adalah maudhu', maka dia tidak berdosa karena ketidaktahuannya.

3. Boleh Mengamalkan dan Meriwayatkan Asalkan Disertai Penjelasan Kedudukan Maudhu'annya

Kebolehan meriyawatkan hadits maudhu' (hadits palsu) di sini jika disertai dengan penjelasan bahwa hadits yang akan diriwayatkan adalah hadits maudhu'. Hal ini mengingat pentingnya menjaga kemurnian hadits, karena keberadaan hadits maudhu' yang merupakan kebohongan dengan mengatasnamakan Nabi SAW adalah perusak citra hadits. Jadi, dengan menjelaskan kedudukan maudhu'nya, maka orang yang mendengar tidak akan salah faham mengenai hadits yang didengarnya.

Begitu juga halnya, mengamalkan dan menjadikan dasar dari hadits maudhu' untuk amaliyah diri sendiri, jika kandungan isi dan makna hadits tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang shahih, maka hukumnya masih diperbolehkan.

Ingat, yang ditekankan dalam kebolehan mengamalkan hadits maudhu' adalah jika hadits maudhu' itu tidak bertentangan dengan syariat (Al-Qur'an dan hadits) dan mengandung unsur kemaslahatan di dalamnya. Karena, dalam satu sudut pandang, kita sendiri tidak mengetahui sumber dan asal muasal hadits itu, bisa jadi itu adalah maqolah ulama' yang dijadikan hadits maudhu', bisa jadi itu memang benar-benar hadits.

Dan meskipun jika sudah jelas sumber dan asal muasal kemaudhu'annya (sudah jelas siapa yang membuatnya dan apa penyebabnya, misalnya karena salah satu dari 5 poin di atas), maka mengamalkannya masih diperbolehkan dengan alasan kita tidak melihat siapa yang membuatnya atau apa tujuannya, tetapi kita melihatnya dari sudut pandang kandungan isi dan makna hahdits maudhu' itu sendiri yang memiliki kebaikan dan kemaslahatan di dalamnya.

Contoh hadits maudhu' oleh sebagian ulama' ahli hadits yang umum dijadikan dasar oleh para kyai :

اِخْتِلَافُ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ

"Perselisihan pendapat di antara umatku adalah rahmat".

Baca lebih lengkap : Hadits Palsu "Perselisihan Umat Adalah Rahmat", Bolehkah Mengamalkannya ?.

Atau, beberapa orang yang menyebut kalimat di bawah ini merupakan salah satu hadits Nabi SAW, padahal bukan :

النَّظَافَةُ مِنَ الْاِيْمَانِ

"Kebersihan adalah sebagian dari iman".

Baca lebih lengkap : "Kebersihan Sebagian Dari Iman" Hadits Atau Tidak ?.

Beberapa ulama' mengatakan kedua contoh hadits di atas adalah hadits maudhu', namun beberapa kyai menjadikannya dasar dengan makna yang positif, bukan makna negatif.

Sumber : Kitab Minhatul Mughits, Bab Hadits Maudhu'
Penulis : Syekh Hafidz Hasan Al-Mas'udi.