Pengertian Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan Hadits Dhaif
Pembagian hadits jika ditinjau dari segi kuat dan lemahnya sebagai hujjah dan dasar dalam menentukan sebuah hukum, maka terbagi menjadi 3 macam hadits, yaitu sebagai berikut ini :
A. Hadits Shahih
Hadist shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, sedangkan menurut istilah adalah sebagai berikut di bawah ini :
الْحَدِيْثُ الصَّحِيْحُ هُوَ مَا اتَّصَلَ اِسْنَادُهُ بِنَقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ ضَبْطًا تَامًّا عَنْ مِثْلِهِ اِلٰى مُنْتَهَى السَّنَدِ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلَا عَلَّةٍ قَادِحَةٍ
"Hadist Shahih adalah hadits yang sambung sanadnya, dengan penukilan yang adil, kuat hafalannya dengan hafalan yang sempurna dari orang yang serupa dengannya sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan, dan tidak ada cacat yang parah".
Kreteria-Kreteria Hadits Shahih
Untuk menjelaskan pengertian hadits shahih di atas, maka berikut ini 5 kriteria yang lebih mudah dipahami :
1. Sanadnya Sambung
maksud dari sanadnya sambung di sini adalah para rawi yang meriwayatkan hadits di dalam sanad sambung kepada Nabi Muhammad SAW, tidak ada satu pun rawi yang terputus atau gugur dalam rantai sanad. Artinya, para rawi yang meriwayatkan hadits mendengar langsung dari rawi satunya dan seterusnya sampai terhubung kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk itulah, hadits muallaq, hadits muadl'dlal, hadits mursal, dan hadits mursal bukan termasuk kategori hadits shahih karena sanadnya tidak sambung.
2. Para Rawinya Memiliki Sifat Adil
Maksud dari rawi bersifat adil di sini adalah rawinya termasuk orang islam, mukallaf (baligh dan berakal), tidak melakukan dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus, dan terbebas dari sifat-sifat yang bisa menodai kepribadiannya misalnya makan di pasar, berjalan tanpa alas kaki, tidak menutup kepala, dan lainnya. Dengan demikian, orang yang fasiq, orang yang memiliki kepribadian aneh dan di luar kebiasaan, serta orang yang memiliki prilaku buruk bukan termasuk rawi yang bersifat adil.
3. Para Rawinya Dhabit
Dhabit (ingatannya kuat), yaitu memiliki ingatan yang kuat dalam menghafal hadits. Dhabit sendiri terbagi menjadi 2 macam yaitu :
- Dhabit Shadri, ingatan hafalan yang didengar oleh rawi benar-benar kuat dan tersimpan di dalam pikirannya, sehingga ia mampu mengeluarkan ingatan hafalan itu kapan pun dan di mana pun ia mengendakinya.
- Dhabit Kitab, ingatan hafalan kuat berdasarkan buku catatan saat rawi itu mendengar hadits, ia juga mampu menjaga apa yang telah ditulis dengan baik.
Dengan demikian, rawi yang memiliki ingatan kurang baik, misalnya kadang ingat dan kadang lupa, maka rawi tersebut bukan dikategorikan sebagai rawi yang dhabit.
4. Tidak Adanya Syadz (Kejanggalan)
Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi tersebut tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh jamaah yang terpercaya, karena adanya penambahan dan pengurangan, baik di dalam sanadnya maupun di dalam matannya.
5. Tidak Adanya Illah (Cacat) Yang Parah
Maksudnya jika hadits tersebut dilihat dari segi dhahir dapat diterima, tetapi ketika diselidiki dari jalur rawi-rawinya ternyata terdapat unsur yang menyebabkan hadits tersebut ditolak, misalnya hadist mursal dan hadits munqathi' yang diriwayatkan secara muttashil.
Pembagian Hadits Shahih
Hadits shahih sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Shahih Lidzatihi
Sebagaimana namanya, maka hadits shahih ini merupakan hadits shahih karena dzat pada dirinya sendiri, seperti halnya pengertian hadist shahih yang mencakup 5 kreteria di atas.
Adapun contoh hadits shahih lidzatihi maka sebagaimana hadist berikut ini, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ - رواه البخارى
"Jika aku tidak merasa keberatan pada umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak ketika setiap kali melakukan sholat (HR. Imam Bukhari)".
2. Shahih Lighairihi
Hadits Shahih Lighairihi yaitu hadits hasan yang diperkuat kedudukannya karena adanya hadits yang sama dengan kedudukan lebih tinggi (hadist shahih) yang berasal dari sanad yang lain, baik sanad itu serupa (tapi berbeda mukhrijnya), sanadnya lebih banyak, maupun sanadnya lebih sedikit.
Contoh hadits shahih lighairihi ini bisa dilihat pada contoh berikut ini :
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ - رواه الترمذى
"Jika aku tidak merasa keberatan pada umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak ketika setiap kali melakukan sholat (HR. Imam Tirmidzi)".
Meskipun dalam konteks kalimatnya, kedua hadits di atas sama, tetapi sanadnya berbeda. Hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi ini adalah Hadits Hasan yang kedudukannya menjadi Hadits Shahih Lighairihi karena dikuatkan dengan ada riwayat hadits shahih lidzatihi dari riwayat Imam Bukhari di atas. Coba perhatikan keterangan pada hadits hasan di bawah nanti.
B. Hadits Hasan
Hadist Hasan menurut bahasa adalah hadits yang baik, sedangkan menurut istilah adalah sebagai berikut ini :
الْحَدِيْثُ الْحَسَنُ هُوَ مَا رَوَاهُ عَدْلٌ قَلَّ ضَبْطُهُ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مَعَلَّلٍ وَلَا شَاذٍ
"Hadits hasan adalah hadist yang diriwayatkan oleh orang yang adil, kurang kuat ingatannya, sambung sanadnya, tidak ada cacat, dan tidak ada kejanggalan".
Dari pengertian tersebut, maka bisa disimpukan bahwa kriteria-kriteria hadist hasan adalah sebagai berikut ini :
1. Sanadnya sambung sampai Nabi Muhammad SAW
2. Para rawinya memiliki sifat adil
3. Ada rawi yang kurang kuat hafalannya atau kurang dhabit
4. Tidak ada syadz atau kejanggalan
5. Tidak ada illah (cacat) yang parah.
Pembagian Hadits Hasan
Hadist hasan juga terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Hadits Hasan Lidzatihi
Pengertian Hadits Hasan Lidzatihi sebagaimana pengertian hadist hasan di atas.
Contoh hadits hasan sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari jalur Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad SAW bersabda :
لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِيْ لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ - رواه الترمذى
"Jika aku tidak merasa keberatan pada umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak ketika setiap kali melakukan sholat (HR. Imam Tirmidzi)".
Hadits mengenai siwak dari riwayat Imam Tirmidzi tersebut merupakan contoh hadist hasan, karena ada rawi yang bernama Muhammad bin Amr yang dinilai oleh para ahli hadist sebagai rawi yang kurang kuat ingatannya (kurang dhabit).
Kemudian, hadist mengenai siwak dari riwayat Imam Tirmidzi tersebut terangkat menjadi hadist shahih lighairihi karena dikuatkan oleh hadist sama yang memiliki kedudukan hadist shahih dari jalur berbeda, yaitu jalur Al-A'raj yang dirriwayatkan oleh Imam Bukhari.
2. Hadits Hasan Lighairihi
Hadits Hasan Lighairihi adalah hadits dhaif yang diperkuat kedudukannya karena adanya hadits yang sama dengan kedudukan lebih tinggi (hadist hasan) yang berasal dari sanad yang lain, baik sanad itu serupa (tapi berbeda mukhrijnya), sanadnya lebih banyak, maupun sanadnya lebih sedikit.
C. Hadist Dhaif
Hadist Dhaif menurut bahasa adalah hadits yang lemah, sedangkan menurut istilah adalah sebagaimana berikut ini :
الْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ هُوَ مَا فَقَدَ شَرْطًا اَوْ اَكْثَرَ مِنْ شُرُوْطِ الْقَبُوْلِ
"Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi satu syarat atau lebih, dari syarat-syarat diterimanya".
Dari pengertian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria-kriteria hadist shahih dan hadits hasan.
Hadits dhaif sendiri memiliki banyak bagian dan cabang yang akan digambarkan pada gambaran ringkas di bawah. Sedangkan tingkat kedhaifan hadits juga berbeda-beda, tergantung pada bobot berat dan ringannya hadist tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.
Contoh hadits dhaif :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ اَنْ لَا يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بِالتَّيَمُّمِ اِلَّا صَلَاةً وَاحِدَةً ثُمَّ يَتَيَمَّمُ لِلصَّلَاةِ الْاُخْرٰى - رواه الدراقطني
"Dari Sahabat Ibnu Abbas ra berkata, "Termasuk sunnah jika seseorang tidak melakukan tayammun kecuali untuk sholat (fardlu) sekali, kemudian dia bertayammum lagi untuk sholat (fardlu) lainnya" (HR. Daraquthni)".
Dari hadits di atas adalah hadits dhaif, maksudnya adalah tayammum tidak akan batal kecuali dengan ditemukannya air dan wudlu karena fungsi tayammum bukan untuk menghilangkan hadast tetapi sebagai pengganti wudlu dan mandi besar. Tayammum hanya untuk sekali melakukan sholat fardlu, namun boleh diteruskan melakukan sholat sunnah, sholat jenazah, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Jika ingin melakukan sholat fardlu lain, maka harus memperbarui tayammum.
Baca juga : Bolehkah Hadits Dhaif Dijadikan Dasar dan Pedoman ?.
Skema Pembagian Hadits Berdasarkan Kuat dan Lemahnya
Untuk memudahkan pemahaman mengenai gambaran sederhana pembagian hadits berdasarkan kuat dan lemahnya, diterima dan ditolaknya, maka bisa dilihat sebagaimana berikut ini :
Pembagian Hadits Shahih
- Shahih Lidzatihi
- Shahih Lighairihi
Pembagian Hadits Hasan
- Hasan Lidzatihi
- Hasan Lighairihi
Jenis-Jenis Hadits Dhaif
Demikian pembahasan mengenai macam-macam hadits dan pembagiannya, semoga bermanfaat, terima kasih.